Pembatalan perkawinan menurut hukum Islam tentu saja harus diketahui dengan jelas sebelum melakukan tindakan tersebut. Seperti yang diketahui, ikatan laki-laki serta perempuan merupakan sebuah ikatan yang suci dan kokoh.

Ikatan ini harus dijaga serta dipelihara siapa saja yang sedang menjalaninya. Islam sendiri tidak menginginkan sebuah ikatan pernikahan rusak atau putus. Jika terdapat masalah antar pasangan, mereka harus menyelesaikan segera.

Bila masalah tersebut belum bisa diselesaikan antara keduanya, keduanya harus menunjuk orang terdekat agar dapat menjeadi penengah maupun juru damai. Hal tersebut dilakukan sehingga ikatan perkawinan bisa dipertahankan.

Sayangnya, dalam kondisi yang memungkinkan tidak terjadi kebersamaan, akhirnya terjadi pembatalan pernikahan. Sudah banyak contoh kasus pembatalan perkawinan yang sekarang ini ada di tengah masyarakat.

Pembatalan Perkawinan Menurut Hukum Islam

Di dalam literature dari hukum Islam, terdapat 2 keadaan yang berkaitan dengan pernikahan yakni pembatalan yang disebabkan oleh cerai atau talak, hingga pembatalan yang disebabkan oleh fasakh.

Fasakh sendiri bisa terjadi disebabkan karena berbagai macam alasan seperti tidak memenuhi syarat perkawinan hingga membuatnya menjadi tidak sah di dalam sebuah pernikahan, hingga terdapat hal lain yang merusak akad. Berikut hukum dari pembatalan perkawinan menurut Islam:

  1. Rusaknya akad nikah

Menurut Imam Malik, dalam pernikahan bisa terjadi pembatalan, beliau membuat rincian ada beberapa jenis pernikahan yang tergolong pernikahan rusak seperti kawin kontrak serta pernikahan seorang pria serta wanita yang mahrom.

Begitu juga dengan pernikahan wanita yang tidak menggunakan wali. Menurut pandangannya hal tersebut tidak sah, namun pernikahan yang dianggap rusak oleh Imam Malik ternyata dianggap sah imam Abu Hanifah.

Ada juga pernikahan laki-laki dengan mahrom, terjadi sebuah perbedaan pendapatan di kalangan ulama besar.

Menurut Allaits, imam Syafi’I, Auzai, serta Ahmad, mereka memberikan pendapat bila hal tersebut tidak sah, pendapat ini juga sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sahabat Nabi.

Sedangkan imam Abu Hanifah memperbolehkan pernikahan ini terjadi, beliau memberikan argumentasi berdasarkan hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas yang berkaitan dengan pernikahan Nabi bersama Maimunah yang masih memiliki hubungan darah.

2. Pasangan keluar dari Islam

Jika salah satu pasangan suami istri keluar dari agama Islam, menurut Mazhab Hanafi sudah terjadi talak secara langsung. Tetapi, jika ada seorang suami yang dalam keadaan musyrik dan masuk Islam tetapi Istri tidak mau mengikuti suaminya, terjadi pembatalan pernikahan.

Bila seorang istri masuk Islam serta sang suami berada dalam kemusyrikan, terjadi talak. Pernyataan tersebut di dasarkan pada Imam Abu Hanifah serta Imam Syafi’i.

Namun, menurut Abu Yusuf, di kasus tersebut terjadi pembatalan pernikahan. Akibat hukum pembatalan perkawinan ini bila yang keluar dari Islam adalah si Istri, ia tidak mendapatkan mas kawin. Tetapi bila yang keluar dari Islam adalah sang suami, maka ia wajib membayar separuh mas kawin.

3. Pasangan sakit atau cacat

Ulama juga memberi pendapat bila cacat memberikan hak memilih pada dua pasangan agar dapat berpisah. Namun, ulama berbeda pendapat mengenai penyakit dan caca tapa saja yang bisa menyebabkan hal tersebut terjadi.

Ulama Hanafiyah memberikan pendapat bila istri tidak bisa dicerai dengan sebab caca tapa saja begitu juga dengan suami kecuali mengidap impotensi, hal tersebut menurut Abu Hanifah serta Abu Yusuf. Sedangkan menurut ulama Syafi’iyyah menambahkan hal lain yakni supak, gila serta kusta.

4. Suami tidak mampu memberi mas kawin serta nafkah

Pembatalan perkawinan menurut hukum Islam yang lainnya mengenai nafkah. Ulama sepakat jika nafkah wajib diberi suami pada istri, mereka juga bersepakat jika suami tidak bisa memberi nafkah dan istri rela menerimanya, tidak ada pembatalan pernikahan.

Tetapi, bila istri tidak rela, ulama mempunyai perbedaan pendapat untuk menyikapi keadaan ini. Namun mayoritas ulama memberikan pendapat jika istri bisa minta pisah. Walaupun mereka beda pendapat mengenai kategori pemisahan apakah pembatalan pernikahan atau talak.

5. Suami hilang

Seseorang yang hilang dalam jangka waktu tertentu bisa melakukan pembatalan pernikahan, dalam hal ini, ulama beda pendapat. Menurut Abu Hanifah dan Imam Syafi’I, ikatan pernikahan tidak bisa putus jika suaminya sudah nyata meninggal.

Jika tidak bisa, ditunggu sampai usia suami mencapai 90 tahun, bila menurut perkiraan ia selamat seperti menuntut ilmu atau berdagang. Namun jika perkiraan meninggal, harus ditunggu sampai 4 tahun. Sebelum melakukan pembatalan pernikahan, tentu saja harus mengenal dengan baik seperti apa pembatalan perkawinan menurut hukum Islam di atas.

Baca juga: Ketahui Beberapa Hal Penting Seputar Fasakh


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.