Terkadang dalam pembagian harta dari orang yang sudah meninggal menimbulkan konflik keluarga dan mengenai bisakah keponakan menjadi ahli waris menjadi perdebatan tersendiri. Apalagi jika pihak yang ditinggalkan memiliki anak.

Namun akan lebih mudah jika terjadi pada pihak yang bersangkutan memiliki harta tanpa memiliki anak. Secara jelas akan diwariskan hartanya pada keluarga terdekat, terutama yang masih memiliki hubungan darah.

Hal ini akan semakin menjadi konflik jika sebelum tiada, pihak pewaris atau muwarris tidak memberikan surat wasiat guna pembagian harta. Oleh karena itu, patut dipelajari terlebih dahulu bagaimana penyelesaiannya.

Meskipun dalam konsep hukum kewarisan sudah diatur dalam hukum Islam sebagai bagian dari hukum kekeluargaan (Al Ahwalus Syahsiyah). Dalam hukum ini mengatur bagaimana harta yang ditinggalkan dan pembagiannya berdasarkan hak.

Dengan begitu, tidak akan ada pihak yang tidak berhak justru malah bisa mendapatkannya. Hukum dan keadilan dalam pembagian harta dari pewaris harus ditunaikan sebaik mungkin.

Ada dua pendekatan yang digunakan dalam menentukan pembagian konflik pemberian waris, yakni KUH Perdata (Hukum Waris Menurut Undang Undang) dan Kompilasi Hukum Islam. Kedua objek hukum tersebut sah digunakan.

Langkah Mengurus Warisan dengan Benar

Ada beberapa langkah yang harus dilakukan pada saat akan mengurus harta warisan. Karena harus dihindarkan dari kepentingan pihak yang ingin memanfaatkan harta tersebut untuk keuntungan pribadi.

Pihak yang seharusnya menerima harta waris ialah keluarga terdekat atau pihak yang sudah tertulis dalam wasiat pembagian harta sebelum meninggal. Akan sangat dimungkinkan pihak diluar keluarga inti bisa mendapatkan warisan. Inilah yang menjadi dasar bisakah keponakan menjadi ahli waris dalam pandangan hukum?

Bahkan, keponakan saja bisa turut serta bisa mendapatkannya jika dimungkinkan ada hal hal yang mendukung. Kali ini juga akan menjawab mengenai kemungkinan dan besaran hak waris keponakan.

Masalah ini pada umumnya muncul dengan mudah karena harta atau materi sifatnya sensitif. Siapa saja juga pasti mau mendapatkan warisan harta. Kebanyakan berujung pada konflik keluarga secara internal.

Biasanya ada pihak tertentu yang tidak terima jika mendapatkan harta waris hanya dengan jumlah sekian. Alangkah baiknya guna menghindari hal tersebut, maka harus diurus dengan baik dan berlandaskan hukum yang kuat.

Sebagai pihak keluarga seharusnya sesegera mungkin membuat surat akta kematian di instansi setempat, yakni kelurahan atau kecamatan. Setelah itu, Anda bisa mengurus itu dengan membawa bukti kematian dan bukti aset.

Bukti aset dan kematian atas nama yang bersangkutan akan dibawa ke Pengadilan Agama, Fatwa Waris, atau Pengadilan Negeri. Sehingga nantinya akan diputuskan siapa saja yang berhak mendapatkan bagian warisan.

Apabila dalam pembagian warisan tidak disertai konflik, maka proses pemberian harta warisan tersebut bisa dibuat secara kekeluargaan di notaris. Jika saja harta warisan yang dibagikan berupa tanah dan bangunan.

Maka, Anda harus mengurusnya melalui Kantor Pertanahan dengan melampirkan surat akta kematian, surat keterangan waris, dan surat akta pembagian atau surat wasiat. Surat tersebut merupakan surat vital yang harus dimiliki.

Pihak atau Golongan Berhak Atas Warisan Dan Bisakah keponakan menjadi ahli waris?

Secara pembagian pihak yang berhak atas bagian warisan terbagi menjadi empat golongkan. Diantaranya yakni golongan satu, golongan dua, golongan tiga, dan golongan empat. Semua golongan memiliki kekuatan secara hukum.

Golongan satu diantaranya berisi keluarga inti yang terdiri dari suami, istri sah, dan anak keturunan yang berhak menerima warisan. Di dalam golongan pertama ini masing masing berhak atas ¼ bagian.

Sedangkan pada golongan kedua berlaku bagi pewaris yang tidak memiliki terwaris berupa keluarga inti sendiri. Pewaris belum memiliki istri atau suami dan anak. Hak waris diturunkan pada orangtua, saudara, dll.

Oleh karena itu, pada bagian ini, bahkan saudara atau keturunan saudara dari pewaris berhak untuk menerima harta warisan. Salah satunya bisa menjawab bisakah keponakan menjadi ahli waris.

Jumlah bagian yang dibagikan sebaiknya secara adil masing masing mendapatkan bagian rata, yakni ¼ juga. Namun masih bisa berubah, tetapi bagi orangtua pewaris wajib secara minimal ¼ bagian masing masing.

Bagi golongan keempat berlaku jika pewaris tidak memiliki saudara kandung. Sehingga pembagian harta warisan ialah keluarga bersangkutan secara garis lurus ke atas. Baik dari pihak ibu maupun ayah.

Secara pembagian dibagi secara adil antara pihak keluarga ayah dan ibu. Masing masing pihak keluarga berhak masing masing ½ bagian dari harta warisan. ½ bagian terhitung dengan ayah dan ibu.

Pada golongan empat sebagai golongan terakhir yang berhak atas harta warisan ialah keluarga sedarah pewaris yang diruntut keatas. Bagi siapa saja keluarga yang masih hidup dari ayah maupun ibu berhak.Beberapa penjelasan tadi cukup jelas untuk menjelaskan bisakah keponakan menjadi ahli waris. Berlaku jika ada surat wasiat khusus dari pihak pewaris atau pewaris tidak memiliki suami atau istri.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.