Hukum waris adat adalah aturan atau ketentuan pembagian harta suatu suku atau daerah di Indonesia. Pastinya merupakan aturan lokal yang sudah dipercaya daru dulu. Terutama karena aturannya ditentukan oleh leluhur.

Pastinya untuk dasar hukum waris yang akan dijalankan berdasarkan perihal paling diyakini masyarakat. Begitu juga prosedur beserta berbagai ketentuan. Tidak heran jika kemudian setiap daerah punya aturan sendiri.

Karena berasal dari suku lokal, tentu berbeda dibanding pembagian warisan menurut islam. Mulai dari jumlah sampai dasar dan syarat yang dipakai. Meski begitu pengaruhnya cukup tinggi karena memakai sistem kekerabatan.

Selain itu perbedaan dengan hukum waris perdata juga dinilai cukup jelas. Terlebih karena seringkali tidak tertulis langsung dalam aturan resmi. Melainkan berdasarkan budaya serta perilaku warga masyarakat lokal.

Tapi jika ada masalah hukum menggadaikan tanah warisan tanpa persetujuan ahli waris dan sejenisnya sama-sama diatur. Terutama supaya masalah juga dapat menghilang. Jadi, harus tetap aman meskipun aturannya dari budaya.

Disini kita dapat menemukan dasar, aturan beserta rukun waris lengkap. Termasuk perbedaan asal daerah beserta suku lokal di Indonesia. Begitu juga berkaitan dengan seperti apa prosedur pembagian yang diizinkan.

Hukum Waris Adat di Indonesia

Dalam menentukan hukum waris anak tunggal laki-laki, perempuan atau dengan banyak saudara sudah dikuatkan asas adat. Tentu bertujuan juga supaya mempermudah pengalihan harta. Terlebih memuat peraturan yang penting.

Misalnya hukum waris adat dalam pengalihan barang dari pemilik sebelumnya. Belum lagi aturan mengenai unsur hukum yang perlu dilengkapi pada proses tersebut. Masih berupa pewaris, penerima harta beserta asetnya.

Selain itu kelompok atau golongan waris juga dapat ditentukan berdasarkan garis keturunan. Terlebih dalam budaya biasanya terlihat dengan jelas. Termasuk mengenai hak paling besar dari keturunan terutama anaknya.

Pada hukum waris adat sebenarnya terbilang unik karena bisa dialihkan saat pewaris hidup. Tentu hal ini disebut sebagai penghibahan atau pengalihan. Nantinya tetap akan diperhitungan berdasarkan waktu membagikan hartanya.

Perbedaan cukup jelas dibanding cara pembagian warisan menurut islam atau perdata. Apalagi karena pemilik harta sebelumnya harus dinyatakan meninggal dunia. Tapi dalam adat, pengalihannya bisa menggunakan sistem hibah.

Sebenarnya tidak jarang juga syarat mendapatkan warisan tetap harus meninggal pemilik harta sebelumnya. Masih dibedakan dengan suku dari budaya yang dipakai. Jadi, setiap kebudayaan dilengkapi dengan ketentuan masing-masing.

Pada hukum waris adat, bisa dibilang tergolong dapat ditentukan secara musyawarah. Baik dengan atau tanpa adanya pemimpin suku atau lingkungan. Tapi kebanyakan tetap menggunakan pemimpin sebagai penengah utama.

Tujuannya supaya hak waris anak perempuan tunggal maupun dengan banyak sudara tidak menjadi masalah. Apalagi jika hanya ditentukan banyak pihak kurang penting. Masalah termasuk poin paling ingin ditinggalkan disini.

Prosedur Pembagian Harta Warisan Sesuai Adat

Dalam proses pembagian harta menurut hukum waris adat sangat ditentukan oleh sistem kekerabatan. Begitu juga hak kepemilikan yang sudah dimiliki. Keduanya memegang peran penting sebagai prosedur yang akan digunakan.

Jadi, jika membandingkan hukum waris islam sepenuhnya mungkin lebih rumit. Khusus untuk sistem kekerabatan bisa memakai patrilineal sebagai aturan utama. Tidak lain dengan melihat garis keturunan dari pihak ayah.

Pada hukum waris adat kekerabatan juga dapat menggunakan versi matrilineal. Jadi, melihat garis keturunan pihak ibu sebagai penerima harta peninggalan. Dalam kata lain hanya keturunan perempuan akan menjadi penerimanya.

Pembagian warisan jika ayah meninggal juga bisa memakai bilateral. Disini termasuk paling baik karena garis keturunan ayah dan ibu berkah menerima. Keturunan berjenis kelamin laki-laki dan perempuan tentu berhak.

Sementara itu jika menggunakan hak kepemilikan, bisa berdasarkan sistem individual. Artinya boleh dibagikan sesuai keinginan individual. Tentu wajib terdapat penengah supaya sisi keadilan dapat keluar.

Sebenarnya hukum waris adat kolektif sering dipakai dengan fungsi yang baik. Terutama karena mungkin hartanya hanya dapat dimiliki berkelompok. Tidak heran jika pemanfaatan atau penggunaan perlu persetujuan bersama.

Sementara itu dalam sistem adat juga ditemukan kewajiban istri terhadap suami yang sudah meninggal. Kaitannya dengan biaya mengurus jenazah. Terlebih dalam beberapa budaya dan suku penguburan cukup mahal.


Saat ini tidak banyak orang memahami berbagai ketentuan dalam bidang adat. Terlebih jika terdapat aturan atau istilah yang sangat kedaerahan sekali. Jadi, dibutuhkan pendampingan supaya hukum waris adat dipahami betul.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.