Dasar hukum bank syariah di Indonesia sudah kuat dan terjamin legalitasnya. Jadi, bagi Anda yang ingin menjadi nasabah di salah satu bank tersebut tidak perlu ragu lagi dan bisa langsung mendaftarkan diri.

Pengertian dari bank syariah adalah bank yang menggunakan prinsip syariah dalam setiap kegiatan perbankannya. Perbedaan bank syariah dan bank konvensional yang paling mendasar adalah dari fatwa DSN-MUI.

Bank dengan prinsip syariah diatur oleh fatwa DSN-MUI, sedangkan bank konvensional tidak. Syariah yang di maksud di sini adalah prinsip hukum islam. Seperti yang diketahui bahwa dalam agama islam terdapat aturan khusus ekonomi.

Misalnya saja dalam penetapan riba. Dalam dasar hukum bank syariah, tidak ada riba dalam kegiatan transaksinya. Berbeda dengan bank konvensional yang masih menggunakan riba, baik untuk keuntungan perbankan atau nasabah.

Padahal, umat muslim sendiri tidak diperkenankan terlibat dalam riba. Oleh sebab itu, bank syariah hadir sebagai solusi untuk kegiatan perekonomian yang lebih baik lagi. Pasa artikel kali ini, kami akan membahas lebih dalam mengenai bank syariah.

Mulai dari dasar hukum bank syariah dan hal penting lainnya dalam kegiatan perbankannya. Sebab, masih banyak masyarakat yang belum memahaminya. Untuk pembahasan selengkapnya, simak di bawah ini.

Dasar Hukum Bank Syariah di Indonesia

Meski memiliki hukum syariah, tapi bank ini tetap mengikuti perundang-undangan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari prinsip yang digunakan dalam menjalankan peran bank.

Sebab selain berasaskan syariah, bank ini juga berasaskan demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian. Pengertian dari demokras ekonomi sendiri adalah kegiatan perekonomian yang mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan.

Sedangkan prinsip kehati-hatian dalam dasar hukum bank syariah memiliki pengertian pengelolaan yang sehat, kuat, dan efisien. Intinya harus berdasarkan aturan dalam perundang-undangan.

Pada dasarnya, hukum antara bank syariah dan konvensional berbeda. Sehingga, langkah hukum jika bank syariah tak sesuai prinsip juga berbeda dari bank konvensional. Paling tidak, ada langkah yang berbedanya.

Landasan hukum pada perbankan syariah sudah mengalami beberapa kali perubahan. Hal ini sangat wajar terjadi, sebab dalam hukum selalu ada pembaharuan. Sehingga, aturan di dalamnya relevan dengan keadaan saat berlaku.

Sama halnya dengan dasar hukum bank syariah yang sudah mengalami tiga kali perubahan. Agar Anda memahaminya dengan lebih jelas, maka simak dasar hukum dari bank dengan prinsip syariah di bawah berikut:

1. Landasan Hukum Pertama UU No.7 Tahun 1992

Dasar hukum ini adalah yang pertama kali muncul dalam sejarah perbankan syariah di Indonesia. Saat ditetapkan undang-undang tersebut, bank yang mengusung hukum islam ini masih berbentuk pengkreditan rakyat.

Bentuk pengkreditan rakyat ini mengadopsi asas bagi hasil sesuai yang sudah ditentukan pemerintah pada dasar hukum bank syariah tersebut. Sebab, prinsip bagi hasilnya dianggap masih sesuai dengan prinsip ekonomi islam.

Pengertian bagi hasil sendiri adalah membagikan keuntungan bersih dari bank tersebut kepada nasabah. Besarnya pembagian hasil, sudah ditentukan sebelumnya pada saat akad. Tapi semakin berjalannya waktu, kegiatan ekonomi semakin kompleks.

2. Landasan Hukum Kedua UU No. 10 Tahun 1998

Kegiatan perekonomian yang kompleks tersebut membuat pemerintah harus membuat pembaharuan terhadap undang-undang. Khususnya dasar hukum bank syariah. Sebab, semakin hari semakin banyak peminatnya.

Sehingga, undang-undang sebelumnya disempurnakan lagi menjadi UU No. 10 Tahun 1998. Pada landasan hukum ini, penjelasan tentang pengertian, serta prinsip lebih terelaborasi.

Bisa dibilang, undang-undang ini cukup kuat. Sebab, sudah mulai banyak aspek yang dibahas dan lebih detail dari UU sebelumnya.

3. Landasan Hukum ketiga UU No. 21 Tahun 2008

Dasar hukum bank syariah berikutnya yang masih digunakan saat ini adalah UU No. 21 Tahun 2008. Peraturan dalam perundang-undangan satu ini jauh lebih detail dan mendalam membahas mengenai perbankan satu ini.

Beberapa aspek yang menjadi poin utama dalam undang-undang satu ini adalah jenis usaha, penyaluran dana, kelayakan dalam berusaha, hingga hal yang harus dihindari. Semuanya di bahas secara lebih jelas.

Terdapat dasar hukum bank syariah lainnya yaitu Peraturan Bank Indonesia 10/16/PBI/2008 Tahun 2008. Dasar hukum ini cukup kuat dan digunakan secara menyeluruh oleh perbankan yang mengusung prinsip islam.

Salah satu pembahasan penting dalam PBI 10/2008 adalah mengenai aturan hukum prinsip bagi hasil dalam bank syariah. Pembahasannya lebih jelas, sehingga Anda akan memahami batasan-batasan dan aturan dalam bagi hasil.Tidak dapat dipungkiri asas perekonomian berdasarkan hukum islam memang semakin diminati hingga saat ini. Hal ini yang menjadi alasan perlunya dasar hukum bank syariah di Indonesia.

Konsultasikan Tanpa Ragu Dengan Justika, Jika Anda Masih Bingung

Anda dapat mengkonsultasikan perihal dasar hukum bank syariah dengan mitra advokat andal dan profesional Justika.

Kenapa Justika? Justika merupakan platform konsultasi hukum terbaik dan terpercaya yang ada di Indonesia, dengan Mitra Advokat yang tergabung memiliki pengalaman lebih dari 5 (Lima) tahun. Khususnya dalam bidang bisnis, maka permasalahan Anda dapat dibantu dan diselesaikan secara profesional.

Saat ini, Anda dapat berkonsultasi dengan Mitra Advokat terkait permasalahan bisnis, dimana saja. Dengan menggunakan Layanan Bisnis Justika, Anda dapat berkonsultasi tanpa harus mendatangi Kantor Advokat.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.