Aturan hukum prinsip bagi hasil dalam bank syariah sudah dijelaskan dalam berbagai sumber resmi. Bank syariah berbeda dari bank konvensional, terutama dalam hal pembagian keuntungan kepada nasabahnya.

Perbedaan bank syariah dan bank konvensional yang paling mendasar adalah ada dan tidak adanya riba. Perbankan syariah yang menganut ekonomi berdasarkan hukum islam pastinya tidak memberikan riba kepada nasabahnya.

Tapi diganti dalam bentuk lain, salah satunya adalah dengan bagi hasil. Selain dari segi keuntungan, dari segi akad atau perjanjian di awal juga berbeda dari bank konvensional.

Pada saat pembukaan rekening, nasabah harus membaca telebih dahulu aturan hukum prinsip bagi hasil dalam bank syariah. Sehingga, Anda akan lebih memahami kekurangan dan kelebihannya.

Jika Anda seorang nasabah pada suatu bank syariah, artinya Anda juga berperan sebagai pemberi dana. Uang yang Anda tabungkan dalam prinsip bagi hasil akan diputar menjadi berbagai bentuk usaha.

Kelebihan dari prinsip bagi hasil atau mudharabah bagi nasabah pemberi modal adalah Anda akan terus mendapat untung selama usaha terus berjalan. Selain itu, prinsip ini juga lebih aman dari pada sistem riba.

Sebab berdasarkan prinsipnya, bonus yang Anda peroleh adalah dari keuntungan penerima modal. Bukan dari bunga yang dibebankan bank kepada penerima modal.

Berbicara mengenai bagi hasil memang tidak semudah itu, banyak aspek yang mempengaruhinya. Serta, hal yang harus terpenuhi pada akad tersebut. Oleh sebab itu, kami akan membahasnya lebih detain lagi.

Simak pembahasan mengenai bagi hasil atau mudharabah bank syariah di bawah ini.

Aturan Hukum Prinsip Bagi Hasil dalam Bank Syariah

Sebelum membahas lebih dalam, tentunya Anda dalam segala hal Anda harus mengetahui dasar hukumnya terlebih dahulu. Sama halnya ketika berbicara mengenai prinsip bagi hasil yang dilakukan oleh bank syariah.

Aturan hukum prinsip bagi hasil dalam bank syariah dapat Anda lihat dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Undang-undang tersebut merupakan yang terbaru dan masih berlaku hingga saat ini.

Terdapat penjelasan yang sangat detail, mulai dari hal umum hingga hal khusus. Termasuk di dalamnya adalah mengenai bagi hasil. Dalam UU 21/2008 ini, ada bisa menemukan penjelasan yang komprehensif.

Yaitu meliputi aturan hukum dan ketentuan operasionalnya. Anda juga bisa menemukan penjelasan secara rinci tentang jenis-jenis usaha, kelayakan usaha, penyaluran dana, dan banyak lagi.

Dasar hukum bank syariah terbaru lainnya adalah Peraturan Bank Indonesia No 10/16/PBI/2008 tahun 2008. Landasan hukum tersebut mengatur pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana.

Dalam peraturan tersebut, selain bagi hasil juga membahas mengenai sewa-menyewa, jual beli, pinjam meminjam, dan banyak lainnya. Kedua Aturan hukum prinsip bagi hasil dalam bank syariah masih digunakan hingga saat ini.

Sehingga bisa dijadikan acuan, baik oleh pihak perbankan, penerima modal darinya, dan juga nasabah sebagai penanam modal. Dalam kegiatan mudharabah atau bagi hasil sendiri banyak ketentuannya yang akan dibahas berikut.

Prinsip Mudharabah dalam Bank Syariah

Setelah mengetahui prinsip mudharabah dalam Islam, maka pada pembahasan kali ini kami akan memberikan bagaimana cara pembagian hasil tersebut. Yang pasti semua rukun harus terpenuhi terlebih dahulu.

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya pada pembagian hasil, keuntungan merupakan hasil pengelolaan dana usaha. Jadi, penerima dana harus melaporkan keuntungan usahanya.

Kemudian keuntungannya tersebut dibagi sesuai aturan hukum prinsip bagi hasil dalam bank syariah. Dalam akad sudah ditentukan besarnya pembagian keuntungan tersebut, jadi penerima modal harus patuh.

Periode pembayarannya juga sudah ditentukan sebelumnya. Jika terjadi kegagalan dalam usaha yang bukan disebabkan oleh penerima dana, maka bank tidak akan memperoleh keuntungan tersebut.

Tapi sebab kegagalannya harus jelas dan sesuai dengan prinsip-prinsip dalam Islam. Misalnya karena bencana alam, kecelakaan di luar kuasa penerima dana, dan lain sebagainya.

Jika pihak bank memaksa untuk membayarnya, maka hal tersebut sudah menyalahi prinsip. Apa bila terjadi hal seperti itu, maka Anda bisa melakukan langkah hukum jika bank syariah tidak sesuai prinsip.

Tapi jika kerugian tersebut memang terbukti dikarenakan kelaian penerima dana, maka kerugian harus dibayar. Bahkan, dianggap sebagai piutang bank kepada penerima dana.Dalam sistem bank syariah memang terdapat perbedaan dengan bank konvensional, terutama dalam hal bagi hasil. Oleh sebab itu Anda harus memahami aturan hukum prinsip bagi hasil dalam bank syariah.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.