Gratifikasi dalam islam, tidak jauh berbeda dengan pandangan umum publik pada tindakannya yang ilegal. Di tanah air sendiri, masih sering terdengar berita kurang mengenakan seputar pejabat negara terjerat kasus serupa.

Untuk lebih memahaminya, ada baiknya mengetahui dulu apa itu gratifikasi. Sebagian orang terkadang menyampingkan fakta jika tindakan ini sudah termasuk perilaku menyimpang. Karena menjaga perilaku baik juga merupakan hal penting.

Pada dasarnya, tujuan serta niatan seseorang melakukan hal tersebut adalah untuk mendapatkan wewenang yang tidak dikhususkan untuknya. Atau bisa saja demi mempengaruhi penyelenggara negara memberikannya perlakuan istimewa.

Berkedok hubungan harmoni, pada akhirnya bila tercium akan memasukan kedua belah pihak ke dalam penjara bahkan didenda hingga miliaran. Awal kehancuran dengan cara memanfaatkan ambisi mendapatkan keuntungan.

Gratifikasi Dalam Islam, Jangan Sampai Salah Pemahaman!

Gratifikasi dalam islam, nyatanya sudah ada sejak dulu dan bertahan hingga sekarang. Ini tidak terlepas dari dasar makna katanya berarti memberikan ‘sesuatu’ kepada orang lain.

Tetapi, di tengah kehidupan bernegara juga bermasyarakat, telah ditetapkan sebuah aturan, yaitu undang-undang gratifikasi, demi mengantisipasi adanya penyalahgunaan wewenang.

Ada dua kategori dalam kasus ini, positif dan negatif. Tergantung dari niatan dan tujuan pemberian itu kepada sesama. Bagi kategori positif, merupakan amalan dengan bentuk sedekah, hibah serta sejenisnya.

Sedangkan akan bersifat negatif,  jika penerimanya adalah petugas negara yang tergiur dengan nominal atau kualitas pemberian barang hingga setuju melakukan perintah pihak pemberi.

Bahkan, tindakan ini bercabang kembali menjadi jenis gratifikasi, untuk lebih memberikan gambaran spesifik pada hal salah dan benar. Dinyatakan juga, menerima pemberian itu sama dengan ghulul atau mengambil curian.

Selain arti tersebut, dahulu maknanya berupa ‘rampasan perang’ sebagaimana sudah dikatakan Rasullah SAW. Tidak hanya itu, sanksi dari kedua pandangan hukum dan agama terbilang sangat berat.

Bagi penerima akan mendapatkan hukuman penjara seumur hidup, atau 4 hingga 20 tahun lamanya, dan denda paling sedikit Rp 200 Juta serta maksimal Rp 1 miliar.

Gratifikasi dalam islam, menuntun seseorang dari pandangan keyakinan bahwa hal yang dilakukan dapat merugikan diri sendiri dan sekitarnya. Hilangnya kepercayaan bahkan mencoreng nama baik adalah dampak paling besar.

Mungkin memang benar, pada awalnya hanya ingin memberikan sebagai tanda terima kasih atau penyemangat. Namun, kebiasaan ini jika dibiarkan berlarut hanya akan membentuk perilaku tidak takut hukum.

Ada baiknya memahami cara melaporkan tindakan gratifikasi dengan benar agar bisa langsung memberantas bibit awalnya. 

Tiga Jenis ‘Pemberian’ Menurut Islam 

Setelah mengetahui hukum gratifikasi dalam islam, maka juga harus memahami beberapa ciri spesifik dari rincian hadiah yang masih sering membuat sebagian orang bingung dengan statusnya.

Perlu diingatkan, dalam bentuk apa saja, besar atau kecil, dri jarak jauh atau dekat, melalui perantara atau tidak, perilaku ini tetap masuk ke dalam unsur-unsur tindak pidana korupsi.

Karena itu, sebagai warga negara Indonesia yang baik harus segera menjauh jika mencium motif serupa disekitar Anda agar tidak tertular. Serta melaporkan pada pihak berwenang.

Tambahan informasi, untuk lebih memahami dan tidak salah dalam menentukan sanksi, ada perbedaan suap dan gratifikasi yang harus diperhatikan. Lalu berikut tiga perincian hadiahnya :

  1. Hadiah Halal.

Dalam islam, hadiah dapat dikatakan halal dan bukan gratifikasi bila penerima dan pemberi, bukan untuk penyelenggara negara dan hakim, semisal seorang teman dengan temannya. Dan hukumnya dapat berubah menjadi haram jika untuk pihak pejabat publik.

  1. Hadiah Haram.

Hadiah bersifat haram bila tujuan dan niatannya untuk mendapatkan wewenang dan perlakuan istimewa.  Penerima atau pemberi sama berdosanya dan akan dikenakan hukuman berlaku.

  1. Hadiah Ancaman.

Hadiah ini diberikan karena seseorang merasa takut kepada orang lain, yaitu pihak yang diberi. Perbuatan ini halal bagi yang memberi, tetapi haram untuk pihak penerima.

Sejatinya, sebagai seorang manusia, pasti memiliki perasaan untuk berbagai antar sesama. Namun, tetap harus mengikuti aturan yang berlaku agar tidak melanggar hukum. 

Pemberian dianggap sah dan legal jika tidak menyangkut niat mempengaruhi atau demi mendapatkan wewenang yang bukan miliknya
Kesadaran masing-masing individu diperlukan demi membentuk lingkungan bernegara  yang sehat. Gratifikasi dalam islam, mengajarkan berperilaku bijak dalam setiap keputusan.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.