Larangan karyawan menikah dan hamil jika dilihat pada ketentuan UUK Pasal 153 ayat 1 Huruf e sebenarnya bertentangan. Menurut pasal tersebut pengusaha bahkan dilarang untuk memutuskan kontrak kerja dengan alasan karyawan hamil atau melahirkan sampai menyusui. 

Jika sebuah perusahaan tetap melakukan pemutusan kontrak kerja karena alasan tersebut maka hasil keputusan dianggap batal secara hukum. Kemudian perusahaan mempunyai kewajiban untuk mempekerjakan kembali karyawan yang telah terkena PHK berdasarkan pada UUK Pasal 153 ayat 2.

Atas dasar hukum tersebut sudah dipastikan kehamilan tidak bisa menjadi alasan karyawan diberhentikan dalam pekerjaannya. Walaupun sebelumnya perjanjian larangan hamil sudah tertuang dalam kontrak antara karyawan dengan perusahaan.

Perlindungan Pekerja dari Larangan Karyawan Menikah dan Hamil

Sebenarnya perlindungan pekerja perempuan ketika hamil serta larangan PHK untuk pekerja yang menikah hingga melahirkan sudah diatur dalam Undang-undang. Kisah pemutusan kontrak kerja bagi perempuan hamil atau melahirkan memang sudah menjadi cerita yang terus terulang kembali.

Hal ini sudah dijelaskan dalam Undang-undang secara lengkap mulai dari perlindungan selama hamil sampai perlindungan bagi pekerja perempuan dalam bekerja. Semua sudah diatur dengan ketentuan tertentu sebagaimana sudah ditentukan dalam perundang-undangan, berikut ini diantaranya.

  1. Istirahat selama 1,5 bulan sebelum melahirkan serta tambahan 1,5 bulan setelah melahirkan. Hal ini dijelaskan dalam UU 13/2003 pada Pasal 82 ayat 1.
  2. Pekerja perempuan yang sedang hamil dilarang bekerja diantara pukul 23.00 – 07.00 apalagi jika pekerjaan yang membahayakan kesehatan dan keselamatan kandungan dan dirinya. Sebagaimana dituangkan dalam UU 13/2003 pasal 76 ayat 2.
  3. Perempuan yang sedang hamil atau melahirkan atau mengalami gugur kandungan serta sedang menyusui bayinya juga dilarang untuk diputuskan kontrak kerjanya. Sebagaimana berdasar pada UU 13/2003 Pasal 153 ayat 1 huruf e.

Perusahaan mempunyai kewajiban untuk melindungi hak-hak perempuan yang sedang hamil, dan memastikan keamanannya. Tidak dibenarkan bagi perusahaan untuk melakukan pendiskriminasian serta larangan karyawan menikah dan hamil karena masa cuti hamil untuk perempuan yang menguras banyak waktu dan terjadi kekosongan dalam perusahaan.

Perusahaan harus melakukan manajemen kerja yang cepat tanggap dalam menghadapi tuntutan kerja ini. Dimana karyawan perempuan memang mempunyai keistimewaan yang harus dihargai oleh perusahaan, apalagi jika mengingat berbagai jasa yang telah diberikan karyawan.

Sebagaimana didalam Undang-undang tertulis setiap orang berhak mendapatkan pekerjaan sesuai kompetensi dan kemampuannya. Tindak diskriminasi hanya karena perbedaan gender sudah tidak bisa dikompromi dalam era Indonesia saat ini.

Dasar Hukum Tidak Sahnya Larangan Karyawan Menikah dan Hamil

Dasar hukum yang berkaitan dengan setiap hak tenaga kerja terdapat dalam UU nomor 13 tahun 2003 perihal ketenagakerjaan. Dalam UU tersebut sudah dijelaskan bahwa tidak ada kewenangan pengusaha atau sebuah perusahaan yang dapat membuat perjanjian kerja yang melarang pernikahan atau hamil pada masa kontrak.

Aturan hukum menikahi teman sekantor juga tidak lagi diwajibkan dengan alasan apapun apalagi sampai memutuskan kontrak kerja dengan alasan masalah tersebut. Sebagaimana diatur dalam Undang-undang tidak ada lagi larangan karyawan menikah dan hamil, atau larangan karyawan menikah dengan teman sekantor.

Hal tersebut sama saja dengan menentang hak dan asasi manusia serta bertentangan dengan berbagai macam aturan hukum lainnya. Undang-undang Ketenagakerjaan juga menegaskan bahwa sebuah perusahaan dilarang untuk memutuskan hubungan kerja atau PHK kepada pekerja yang menikah atau hamil dan melahirkan hal ini tertulis dalam Pasal 153 ayat 1 UUK.

Jika tertulis dalam kontrak larangan mengenai pernikahan atau kehamilan dan lainnya yang menentang hak-hak asasi manusia dan perundang-undangan kepada perempuan. Karyawan bersangkutan bisa melakukan gugatan dengan menghubungi tim advokat.

Cara melaporkan perusahaan yang melarang pernikahan sekantor atau karena mendapatkan PHK dengan alasan hamil juga bisa menggunakan langkah-langkah hukum. PHK yang dilakukan perusahaan tersebut bukanlah keputusan yang sah dimata hukum, sebagai karyawan bisa melakukan perlawanan hingga mencapai keadilan.

Alasan Perusahaan Membuat Larangan Karyawan Menikah dan Hamil

Beberapa perusahaan memberikan alasan tertentu kenapa mereka memutuskan untuk melarang karyawan wanita di perusahaanya untuk menikah atau hamil selama kontrak. Diantaranya pada perusahaan atau bank mewajibkan karyawan pada tahun pertama untuk fokus pada pekerjaan.Hal ini biasanya dilakukan oleh Bank yang menerapkan larangan karyawan menikah dan hamil pada teller atau costumer service Bank. Menurut Bank pekerjaan tersebut memerlukan pengalaman serta fokus selama satu tahun pertama.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.