Dalam peraturan Menteri Agama (PMA) nomor 20 tahun 2019, sudah disebutkan di sana bahwa pernikahan harus menyesuaikan syarat dan ketentuan berlaku. Baik itu pengumpulan dokumen sampai proseduralnya, semua perlu mengikuti anjuran yang diberikan oleh KUA.

Dari segi pengawasan, KUA memiliki tugas untuk melakukan verifikasi data calon pengantin baru sebelum dibuatkannya buku nikah. Sebagai lembaga terkait, KUA memiliki peran penting yaitu mengawasi segala kepentingan yang terkait dengan pernikahan.

Baik itu pembuatan buku nikah untuk pengantin baru, pencatatan sipil atau Kartu Keluarga baru yang akan ditembuskan ke pemerintah daerah serta persiapan pernikahan. Semuanya bisa diatur dalam syarat dan ketentuan yang diberlakukan di setiap daerahnya.

Oleh karena itu, calon pengantin bisa melakukan konsultasi terlebih dahulu ke petugas yang ada. Nantinya akan ada bimbingan mengenai jalur pernikahan yang sah dan sesuai peraturan agama. Bahkan, calon pengantin juga mendapat arahan mengenai permohonan untuk menikah di sana.

Meskipun di setiap wilayah bisa memiliki aturan yang berbeda-beda, namun pada dasarnya semua syarat dan dokumen masih memiliki standarisasi yang sama. Kondisi ini berlaku untuk setiap warga Indonesia dan harus ditaati karena kebijakannya sudah ditetapkan.

Dokumen Khusus untuk Menikah

Bagi calon pengantin atau mempelai yang memiliki kondisi khusus, KUA juga memiliki aturan yang sudah disesuaikan dalam aturan resmi PMA. Aturan tersebut sudah tertulis dalam peraturan pencatatan pernikahan sehingga setiap warga masyarakat harus menaatinya.

Dokumen dikategorikan dalam contoh syarat dan ketentuan pernikahan menurut PMA, sehingga digunakan pada saat kondisi tertentu. Berikut ini ada beberapa dokumen khusus yang harus dipersiapkan oleh kedua calon pengantin sebelum melakukan pernikahan.

  1. Surat Akta Cerai (untuk calon yang sudah cerai)
  2. Surat Izin Orang Tua (jika umurnya di bawah 21 tahun)
  3. Izin dari pengadilan agama jika calon pengantin kurang dari 19 tahun
  4. Izin dari pengadilan agama jika ingin mendapat izin melakukan poligami
  5. Menyerahkan surat taukilwalibilkitabah (jika wali tidak bisa hadir saat akad nikah)
  6. Izin Komandan (untuk calon pengantin POLRI atau TNI)
  7. Surat Akta Kematian (jika calon sudah duda/janda)
  8. Sertifikat Pengislaman untuk Mualaf
  9. Izin dari kedutaan besar untuk WNA dengan kelengkapan berkas lainnya seperti Visa atau Kitas, Fotokopi Paspor dan Fotokopi Akta Kelahiran yang sudah di terjemahkan ke bahasa Indonesia.

Semua dokumen memiliki fungsi khusus dan harus dipersiapkan sebelum melakukan pernikahan. Jika calon pengantin tidak memiliki keadaan khusus seperti di atas, maka dokumen permohonan nikah masih mengikuti aturan dasar yang tertera pada peraturan pencatatan pernikahan.

Untuk pendaftarannya KUA memberikan waktu selama 10 hari sebelum pelaksanaan akad nikah dilakukan. Pada saat berkas sudah dikumpulkan, petugas akan memverifikasi apakah dokumen sah atau tidak. Jika disetujui keabsahannya, maka Anda bisa langsung melakukan pernikahan.

Syarat dan Ketentuan Berlaku untuk Seluruh Warga Indonesia

Seperti yang sudah tertera di sana, kebijakan peraturan pernikahan memiliki nilai khusus dan bisa digunakan ketika calon pengantin memiliki keadaan tertentu. Sebagai contoh untuk calon warga negara asing yang ingin menikah dengan pasangannya berstatus warga Indonesia.

Calon pengantin dari negara asing harus menyiapkan berkas resmi dari kedutaannya yang akan digunakan pada saat mengajukan pernikahan. Hal ini berlaku juga untuk warga Indonesia yang ingin melakukan pernikahan di negara asing dengan status pindah warga negara.

Warga Indonesia harus mengajukan permohonan ke kedutaan Indonesia di negara asing supaya bisa melakukan pernikahan. Cara membuat syarat dan ketentuan di setiap negara pasti berbeda. Oleh karena itu, calon pengantin perlu memperhatikannya dengan seksama.

Selain kepindahan status warga negara, Anda juga perlu memperhatikan peraturan lain seperti status pernikahan. Ketika calon pria atau pria dalam kondisi ditinggal pasangannya, maka surat akta kematian harus digunakan. Hal ini juga mencakup persetujuan dari setiap keluarga terkait.

Jika keluarga tidak menginginkannya untuk melakukan pernikahan kembali, maka jalur hukum bisa diberlakukan. Selain itu Anda juga harus bisa menyesuaikan peraturan yang berlaku di setiap daerahnya. Karena kebijakan pemerintah daerah memiliki karakteristiknya sendiri-sendiri.Jangan sampai peraturan pernikahan yang sudah disebutkan di dalam PMA nomor 20 tahun 2019 dilanggar karena statusnya menjadi tidak sah. Semua Syarat dan Ketentuan Berlaku sudah tertulis jelas di sana sehingga warga masyarakat Indonesia harus mengikutinya dengan taat.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.