Perkawinan merupakan salah satu hal yang dinantikan oleh semua orang. Pasangan yang memutuskan untuk menikah tentu telah melewati pertimbangan masing-masing. Memilih pasangan untuk kawin adalah hak masing-masing, namun menurut hukum Islam terdapat batasan tertentu.  Peraturan perundang-undangan di Indonesia pada dasarnya tidak mengatur mengenai pilihan pasangan masing-masing, dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (disingkat UU Perkawinan), “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.” Artinya sepanjang hukum agama masing-masing memperbolehkan kawin dengan sepupu maka perkawinan tersebut sah menurut hukum.

UU Perkawinan hanya mengatur sejumlah perkawinan yang dilarang. Pasal 8 UU Perkawinan menegaskan, “Perkawinan dilarang antara dua orang yang:

  1. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas;
  2. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seseorang dengan saudara orang tua dan antara seseorang dengan saudara neneknya;
  3. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri;
  4. Berhubungan susuan, anak susuan, saudara dan bibi/paman susuan;
  5. Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;
  6. Yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin.”

Jadi jika berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, menikahi sepupu sendiri adalah hal yang diperbolehkan.

Aturan Menikahi Sepupu Sendiri Dalam Hukum Islam

Menurut aturan Islam, masing-masing dapat mengawini siapapun kecuali dengan orang yang memiliki hubungan mahram. Hal ini terdapat dalam surat an-Nisa, ayat 23. Pada ayat tersebut Allah menyebutkan beberapa wanita yang tidak boleh dinikahi oleh lelaki, karena status mereka sebagai mahram. Saudara sepupu baik dari Ibu maupun Ayah tidak termasuk mahram oleh karena itu diperbolehkan.

Di Indonesia sendiri sudah mengatur mengenai pernikahan yang beragama Islam yaitu dalam Inpres Nomor 1 Tahun 1991 mengenai Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam atau KHI. Dalam Pasal 39 tersebut mengatakan bahwa:

Seorang laki-laki dilarang untuk melakukan pernikahan antara pria dengan wanita dikarenakan:

1. Pertalian nasab

  • Dengan seorang wanita keturunan ibu atau ayah
  • Dengan wanita yang melahirkan atau menurunkannya atau keturunannya
  • Dengan seorang wanita saudara yang melahirkan

2. Pertalian saudara semenda

  • Dengan wanita bekas istri orang yang menurunkannya
  • Dengan wanita yang melahirkan istrinya atau bekas istrinya
  • Dengan wanita bekas istrinya atau wanita keturunan istri, kecuali jika ada putusnya hubungan pernikahan.
  • Dengan seorang wanita bekas istri keturunannya

3. Pertalian sesusuan

  • Dengan wanita yang menyusuinya dan seterusnya sesuai garis lurus keatas dan kebawah
  • Dengan anak yang disusui oleh istrinya dan keturunannya
  • Dengan bibi susuan dan nenek bibi susuan keatas
  • Dengan wanita saudara sesusuan dan keponakan sesusuan keatas

Resiko Menikahi Sepupu Sendiri

Jika dilihat dari segi hukum menikahi sepupu sendiri  diperbolehkan, namun disamping itu ternyata ada resiko menikahi sepupu sendiri yang banyak muncul dari segi kesehatan, seperti:

1. Sistem kekebalan tubuh yang terganggu

Berdasarkan penelitian, seseorang yang menikah dengan sepupu akan lebih beresiko untuk melahirkan anak dengan kelainan genetik primary immunodeficiency atau PID. Kelainan tersebut menyebabkan kecacatan pada sistem kekebalan tubuh yang juga menyebabkan anak akan lebih rentan terinfeksi penyakit autoimun.

2. Cacat lahir

Walaupun dalam keluarga tidak ada kelainan genetik, menikah dengan sepupu sendiri bisa menyebabkan resiko untuk melahirkan anak yang memiliki cacat bawaan.

Hal ini ditunjukkan dari penelitian yang menyatakan bahwa pasangan sepupu yang menikah akan 3% lebih tinggi jika dibandingkan dengan pasangan yang menikah tanpa ikatan keluarga.

3. Gangguan mental

Selain akan berdampak pada kesehatan fisik, hukum menikahi sepupu sendiri juga bisa berdampak pada kesehatan mental anak yang lebih rentan. Berdasarkan penelitian, anak yang lahir dari pernikahan dengan sepupu lebih beresiko mengalami gangguan mood seperti mudah cemas, depresi hingga gangguan psikosis.

4. Lahir mati

Resiko yang selanjutnya adalah berdasarkan penelitian resiko bayi lahir mati juga lebih meningkat dialami oleh pasangan yang menikah dengan sepupu. Bahkan resiko tersebut juga bisa semakin tinggi jika seseorang menikah dengan sepupu pertama atau anak dari ibu atau ayah pertama.

Dilansir dari artikel yang telah terbit di tirto.id dengan judul Menikahi Sepupu Boleh Saja, tapi Banyak Risikonya, menjelaskan bahwa persamaan genetik yang semakin besar dalam hubungan suami istri menimbulkan masalah yang besar pula.

Anak yang terlahir dari hubungan pernikahan antar sepupu memiliki kemungkinan 4 hingga 7 persen mengalami cacat lahir. Hal tersebut patut menjadi pertimbangan utamanya dari segi kesehatan ketika memilih untuk menikah dengan sepupu sendiri.

Demikian adalah artikel mengenai hukum menikahi sepupu sendiri yang perlu Anda ketahui.

Konsultasikan Masalah Pernikahan Melalui Justika

Banyak diketahui bahwa menikah dengan saudara yang masih dalam mahramnya dilarang. Lalu, bagaimana dengan hukum menikahi sepupu sendiri? Untuk itu, Anda bisa berkonsultasi dengan advokat terpercaya yang sudah berpengalaman lebih dari 5 tahun dengan seleksi yang ketat di Justika guna mendapatkan solusi atas permasalahan Anda melalui beberapa layanan berbayar berikut:

Konsultasi via Chat

Kini, konsultasi chat dengan advokat berpengalaman hanya mulai dari Rp 30.000 saja. Dengan harga tersebut Anda sudah bisa mendapatkan solusi permasalahan hukum Anda dengan cara menceritakan permasalahan yang dihadapi melalui kolom chat. Nantinya sistem akan mencari advokat guna membantu menyelesaikan permasalahan Anda.

Konsultasi via Telepon

Untuk permasalahan yang membutuhkan solusi lebih lanjut, Anda bisa memanfaatkan layanan konsultasi telepon mulai dari Rp 350.000 selama 30 menit atau Rp 560.000 selama 60 menit.

Konsultasi via Tatap Muka

Konsultasi tatap muka bisa dilakukan ketika Anda benar-benar membutuhkan saran secara langsung dari advokat terpercaya untuk kasus yang lebih rumit. Hanya dengan Rp 2.200.000 saja, Anda sudah bisa bertemu secara langsung selama 2 jam untuk bertanya lebih dalam hingga menunjukkan dokumen-dokumen yang relevan untuk membantu permasalahan Anda.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.