Selain perceraian, juga ada pembatalan perkawinan. Akan tetapi, istilah ini masih cukup awam di masyarakat. Oleh karenanya, dalam artikel ini akan dibahas lebih lanjut mengenai pembatalan perkawinan.

Apa Itu Pembatalan Perkawinan

Sebuah pernikahan bisa saja dibatalkan karena beberapa alasan tertentu dimana hal tersebut dikatakan dengan pembatalan nikah. Pembatalan nikah ini berbeda dengan perceraian. Perbedaan pembatalan perkawinan dan perceraian ada pada status perkawinannya. Pernikahan tersebut bisa dibatalkan dikarenakan ada beberapa alasan yang membuat perkawinan tersebut tidak sah.

Namun dalam perceraian, status dari pernikahan tersebut sudah sah namun ada alasan perceraian sehingga membuat dari suami atau istri atau keduanya tidak bisa mempertahankan rumah tangga tersebut.

Dasar Hukum Pembatalan Perkawinan

Mengenai pembatalan perkawinan tersebut sudah dijelaskan dalam Pasal 22 - 28 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 (“Undang-Undang Perkawinan”). Menurut Pasal 22 Undang-Undang Perkawinan, pembatalan perkawinan bisa dilakukan jika para pihak tidak memenuhi syarat untuk melakukan pernikahan.

Sebab Pembatalan Perkawinan

Menurut Kompilasi Hukum Islam, pernikahan bisa ‘batal demi hukum’ dan ‘dapat dibatalkan’. Pernikahan yang batal demi hukum dikarenakan adanya pelanggaran pada larangan perkawinan. Sedangkan pernikahan yang bisa dibatalkan adalah karena adanya pelanggaran pada syarat pernikahan tertentu dan hanya menyangkut pihak lain yang dirugikan haknya.

Sebab perkawinan yang batal demi hukum berdasarkan Pasal 70 Kompilasi Hukum Islam jika:

  1. Suami melakukan perkawinan namun ia tidak berhak melakukan akad nikah dikarenakan sudah memiliki 4 istri walaupun salah satu dari keempat istrinya dalam masa iddah talak raj’i.
  2. Seseorang yang menikahi bekas istrinya yang pernah dijatuhi 3 kali talak, kecuali jika mantan istri tersebut pernah menikah lagi dengan orang lain kemudian bercerai lagi ba’da al dukhul dengan pria tersebut dan sudah habis masa iddahnya.
  3. Seseorang yang menikahi mantan istrinya yang sudah dili’annya
  4. Perkawinan dilakukan antara 2 orang yang memiliki hubungan darah, sesusuan dan semenda hingga derajat tertentu yang bisa menghalangi pernikahan berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Perkawinan, yakni:
  • Berhubungan darah dalam garis keturunan menyimpang, yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya.
  • Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas atau ke bawah.
  • Berhubungan semenda yaitu mertua, menantu, anak tiri, dan ibu atau ayah tiri.
  • Berhubungan sesusuan yaitu orang tua sesusuan, bibi atau paman sesusuan dan anak sesusuan.

5. Istri adalah saudara kandung atau bibi atau keponakan dan istri atau istri-istrinya

Kemudian dalam Pasal 71 KHI juga dijelaskan bahwa perkawinan bisa dibatalkan jika:

  1. Perempuan yang dikawini ternyata diketahui masih menjadi istri dari orang lain yang mafqud.
  2. Suami yang melakukan poligami tanpa izin dari pengadilan agama.
  3. Perempuan yang dinikahi masih dalam masa iddah dengan suami lain.
  4. Pernikahan yang dilakukan tanpa wali atau dilakukan oleh wali yang tidak berhak.
  5. Perkawinan yang dilakukan karena paksaan.
  6. Perkawinan yang melanggar batas usia sebagaimana yang ada dalam Pasal 7 Undang-Undang No 16 Tahun 2019 mengenai Perubahan atas Undang-Undang No 1 Tahun 1974 mengenai Perkawinan.

Dalam Pasal 72 Kompilasi Hukum Islam (KHI), juga menjelaskan mengenai sebab atau alasan pembatalan perkawinan bahwa:

  1. Suami atau istri bisa mengajukan permohonan pembatalan nikah jika pada saat terjadi pernikahan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau istri.
  2. Suami atau istri bisa mengajukan permohonan pembatalan nikah jika pernikahan tersebut dilakukan di bawah ancaman yang melanggar hukum.
  3. Jika ancaman sudah berhenti atau yang bersalah tersebut menyadari keadaannya dan dalam jangka waktu 6 bulan setelah itu masih bisa hidup sebagai suami istri dan tidak menggunakan haknya untuk membatalkan perkawinan, maka haknya tersebut gugur.

Baca Juga: Cara Mencabut Gugatan Cerai di Pengadilan Agama Atau Negeri

Bukti Bukti Yang Bisa Digunakan Untuk Meminta Pembatalan Perkawinan

Di pengadilan agama sendiri, alat bukti yang sering dikenal adalah:

  1. Surat
  2. Saksi
  3. Persangkaan
  4. Pengakuan
  5. Sumpah

Namun bukti diatas merupakan bukti umum yang mana belum menjadi bukti berdasarkan hukum. Agar bukti tersebut bisa menjadi sah, maka alat bukti berdasarkan hukum perlu memenuhi syarat material dan formal.

Syarat Mengajukan Pembatalan Perkawinan

Sebelum mengajukan pembatalan perkawinan, berikut adalah beberapa syarat pembatalan perkawinan yang perlu Anda lengkapi:

  • Fotocopy KTP pemohon sebanyak 1 lembar
  • Kutipan akta nikah asli atau duplikat kutipan akta nikah yang ingin dibatalkan
  • Fotocopy KTP penggugat atau pemohon sebanyak 1 lembar
  • Surat permohonan gugatan paling sedikit 8 rangkap
  • Surat pengantar dari desa
  • Biaya panjar perkara
  • Surat izin pembatalan nikah dari pejabat khusus untuk TNI/POLRI/PNS

Namun perlu diketahui bahwa setiap pengadilan agama atau pengadilan negeri biasanya akan menggunakan syarat pembatalan perkawinan yang berbeda. Jadi Anda perlu memastikannya terlebih dulu.

Baca Juga: 11 Cara Menjaga Hubungan Rumah Tangga Tetap Harmonis

Adakah Batas Waktu Pernikahan Untuk Dapat Mengajukan Pembatalan Perkawinan

Baik suami atau istri bisa mengajukan permohonan untuk membatalkan pernikahan. Tentunya dengan menyertakan syarat pembatalan perkawinan. Jika pernikahan tersebut dilakukan di bawah ancaman namun ancaman tersebut sudah berhenti dan dalam jangka waktu 6 bulan masih hidup bersama sebagai suami istri, maka hak untuk mengajukan pembatalan pernikahan sudah hilang. Hal ini sudah dijelaskan dalam Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Perkawinan jo. Pasal 72 ayat 3 KHI.

Jadi batas waktu pernikahan yang bisa dibatalkan adalah sejak dilakukan pernikahan tersebut hingga 6 bulan. Jika sudah melewati masa tersebut, maka pernikahan dianggap sah.

Prosedur Pembatalan Perkawinan

Pembatalan perkawinan bisa dilakukan di pengadilan negeri atau agama untuk yang beragama Islam. Hal tersebut sesuai Pasal 74 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam.

Menurut Bab VI Pasal 38 Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tata cara mengajukan pembatalan pernikahan adalah:

  1. Mengajukan permohonan pembatalan perkawinan oleh orang yang berhak mengajukannya di pengadilan negeri atau agama wilayah hukumnya.
  2. Prosedur mengajukan pembatalan perkawinan sama dengan mengajukan gugatan cerai.
  3. Beberapa hal yang berhubungan dengan pemeriksaan pembatalan, panggilan hingga putusan akan dilakukan sesuai dengan aturan Pasal 20-36 Peraturan Pemerintah.

Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan

1. Anak tetap menjadi anak yang sah

Meskipun melakukan pembatalan perkawinan, namun anak tetap menjadi anak yang sah sehingga tidak akan memutuskan hubungan hukum antara anak serta orang tua.

Hal tersebut juga ditegaskan di dalam Pasal 75 serta 76 KHI. Kedua orang tua harus mendidik serta memelihara anak sebaik mungkin meskipun pernikahan yang dilakukan sudah dibatalkan pengadilan.

Hal ini terjadi karena pernikahan adalah persoalan yang harus tunduk pada ketentuan undang-undang. Kewajiban orang tua ini berlaku hingga anak kawin atau bisa berdiri sendiri, kewajiban ini akan terus berlaku meskipun pernikahan kedua orangtuanya dibatalkan.

2. Istri tidak mendapat hak nafkah

Akibat hukum pembatalan perkawinan lainnya adalah istri tidak memperoleh hak nafkah. Sebelum adanya pembatalan pernikahan, pernikahan tersebut dianggap sebagai pernikahan yang sah.

Namun sesudah diputuskan terjadi pembatalan pernikahan, istri tidak memperoleh hak nafkah iddah. Sedangkan, bila terdapat itikad baik, istri tetap memperoleh harta bersama bila tidak terdapat ketentuan lain.

3. Anak tetap mendapatkan hak waris

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, meskipun terjadi pembatalan pernikahan, namun anak yang dilahirkan merupakan anak yang sah sehingga nantinya anak tersebut memperoleh hak waris pada orang tuanya.

4. Ayah berhak menjadi wali nikah

Cukup banyak contoh kasus pembatalan perkawinan dengan berbagai permasalahan, biasanya hal yang diperdebatkan dalam hak ayah menjadi wali nikah ketika memiliki anak perempuan.

Sebenarnya, ayah tetap dapat menjadi wali nikah anaknya, sepanjang sang ayah sudah memenuhi syarat yang sudah ditentukan perundang-undangan yang berlaku.

Keputusan pembatalan pernikahan tidak berlaku pada hak anak, hak anak tetap harus dipenuhi orang tuanya, dan orang tuanya harus bekerjasama membesarkan anak hingga dewasa bahkan menjadi wali nikah.

5. Masalah pembagian harta

Akibat hukum atas pembatalan pernikahan pada harta bersama yang didapatkan selama perkawinan, pembagian harta ini bisa diselesaikan dengan cara membagi dua harta bersama antara istri dan suami secara adil.

Sehingga, status harta yang menjadi akibat putusnya pernikahan karena hal apapun bisa diselesaikan dengan peraturan undang-undang, yakni harta tersebut dibagi dua sama rata.

Namun tentu saja tidak boleh merugikan pihak beritikad baik, pihak beritikad baik harus diuntungkan, bahkan pihak beritikad buruk harus menanggung kerugian termasuk bunga yang harus ditanggung.

Harta yang dimiliki pihak beritikad baik tidak boleh dirugikan, jika harta beritikad baik dirugikan, kerugian tersebut harus ditanggung pihak beritikad buruk serta segala perjanjian pernikahan yang merugikan pihak beritikad baik.

6. Adanya harta masing-masing

Dalam pembatalan perkawinan menurut hukum Islam, selain harta bersama, ada juga pemisahan harta antara harga suami serta harta istri yang disebabkan karena pernikahan.

Di dalam undang-undang, jika hal ini terjadi tentu saja harta istri akan tetap menjadi harta istri dan harta suami tetap menjadi harta suami setra dikuasai sepenuhnya.

Harta bawaan dari suami dan istri serta harta yang diperoleh dari warisan atau hadiah merupakan penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan hal lain dalam perjanjian pernikahan.

7. Pada pihak ketiga

Orang-orang yang tidak termasuk istri dan anak sepanjang mendapat hak dengan itikad baik sebelum keputusan pembatalan pernikahan memiliki hukum tetap.

Pada pihak ketiga beritikad baik, pembatalan pernikahan tidak memiliki akibat hukum yang berlaku berkurang, sehingga segala perbuatan perikatan atau perdata sebelum pembatalan pernikahan tetap berlaku.

Adakah Dampak Langsung Pembatalan Perkawinan Pada Anak

Secara langsung dampak yang mungkin terjadi pada anak adalah ia tidak bisa tinggal secara langsung bersama kedua orang tuanya. Putusan pengadilan nantinya akan memutuskan untuk anak tersebut ikut dengan ayah atau ibunya.

Bagaimana Status Anak Akibat Dari Pembatalan Perkawinan

Jika menurut Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan mengatakan bahwa akibat pembatalan perkawinan dari segi hukum adalah setelah putusan dari pengadilan dan berlaku saat berlangsungnya perkawinan.

Jika akibat tersebut adalah demi hukum, maka perkawinan tersebut dianggap tidak sah. Akan tetapi tidak berlaku untuk beberapa hal berikut:

  1. Perkawinan batal karena istri atau suami yang murtad.
  2. Anak masih memiliki status karena pembatalan perkawinan tersebut. Dalam putusan pengadilan juga akan menentukan anak tersebut ikut siapa.
  3. Hubungan anak dan orang tuanya tidak putus hanya karena pembatalan nikah.
  4. Pihak ketiga sepanjang mendapatkan hak mereka dengan baik, sebelum putusan pembatalan nikah yang berkekuatan hukum tetap.

Sehingga bisa dikatakan bahwa tidak ada akibat pembatalan perkawinan pada anak. Status anak masih sah dan memiliki ayah dan ibu. Anak akan tetap menjadi tanggung jawab dari kedua orang tuanya.

Sedangkan untuk anak perempuan, ayah kandungnya tetap bisa menjadi wali nikah. Untuk hal kewarisan, anak tersebut masih memiliki hak waris dan hubungan kekeluargaan dari kedua orang tuanya. Tujuannya untuk memberikan perlindungan hukum sehingga tidak ada akibat pembatalan perkawinan.

Perbedaan Pembatalan Perkawinan Dengan Perceraian

Mengenai perbedaan pembatalan perkawinan dan perceraian bisa dikatakan memiliki beberapa perbedaan dan juga persamaan. Perbedaan tersebut bisa dilihat dari beberapa sisi seperti:

1. Pihak

Perbedaan pembatalan perkawinan dan perceraian yang pertama adalah jika dilihat dari pihak yang melakukan permohonan tersebut. Pembatalan nikah bisa diajukan baik dari suami atau dari istri. Bahkan juga bisa diajukan oleh orang lain dalam hal ini adalah orang tua salah satu pasangan.

Sedangkan jika perceraian dilakukan oleh salah satu pihak baik istri ataupun suami. Dalam hal ini perceraian yang dilakukan suami dalam bentuk talak sedangkan jika dari pihak istri dalam bentuk gugatan cerai.

2. Akibat hukum

Perbedaan pembatalan perkawinan dan perceraian juga bisa dilihat dari akibat hukum yang bisa terjadi dari pembatalan perkawinan dan perceraian. Akibat pembatalan perkawinan adalah pernikahan yang dilakukan selama ini dianggap tidak sah. Jadi akan sulit juga bagi keduanya untuk mengajukan tuntutan harta gono gini.

Sedangkan akibat hukum dari perceraian, kedua pasangan masih bisa mengajukan gugatan harta gono gini dikarenakan pernikahan yang sebelumnya terjadi sudah dicatat atau dianggap sebagai pernikahan yang sah.

3. Alasan

Dari segi alasan juga ada beberapa perbedaan pembatalan perkawinan dan perceraian. Pembatalan pernikahan dilakukan karena perkawinan tersebut dilakukan menggunakan paksaan. Namun jika perceraian, ada beberapa alasan perceraian yang menyebabkan baik suami atau istri memutuskan untuk bercerai.

4. Status

Perbedaan pembatalan perkawinan dan perceraian yang terakhir adalah jika dilihat dari statusnya. Dalam pembatalan pernikahan status pernikahan tersebut dianggap tidak pernah ada dikarenakan tidak memiliki status pernikahan yang sah.

Namun jika perceraian, pernikahan tersebut dianggap secara hukum dan agama. Sehingga pernikahan tersebut sah tapi tidak bisa dipertahankan dikarenakan beberapa alasan tertentu yang menyebabkan perceraian tersebut.

Sama halnya ketika mengajukan perceraian, Anda juga perlu melengkapi beberapa syarat pembatalan pernikahan. Dari segi prosesnya keduanya memiliki proses yang hampir sama dimana harus melalui sidang di Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri.

Contoh Kasus Pembatalan Perkawinan yang Terjadi

Pembatalan perkawinan di dalam hukum pernikahan disebabkan karena suami maupun istri tidak memenuhi syarat untuk melangsungkan perkawinan sesuai dengan Undang Undang Pasal 22. Berikut berbagai macam contoh dari kasus pembatalan pernikahan, antara lain:

1. Adanya status palsu

Pembatalan perkawinan juga bisa terjadi dikarenakan salah satu pihak merasa dirugikan dengan pihak lainnya karena memberikan status palsu. Misalnya suami yang mengaku sebagai PNS atau statusnya yang masih perjaka padahal kenyataannya tidak demikian.

Untuk kasus seperti tersebut, maka alat bukti yang bisa digunakan seperti saksi yang mengetahui peristiwa kebohongan atas status perjaka, status palsu PNS dan yang lainnya.

2. Pembatalan pernikahan karena adanya kebohongan

Pembatalan pernikahan juga bisa dilakukan jika terjadi kebohongan. Contoh kasus pembatalan perkawinan ini seperti, suami yang ingin membatalkan pernikahannya karena merasa dibohongi.

Istrinya hamil di luar nikah, ketika di tes DNA ternyata bukan anak sang suami. Jika hal ini terjadi, pembatalan pernikahan bisa dilakukan dengan alasan salah sangka, yakni alasan salah sangka pada istri mengenai kehamilan yang semula dikira anak dari suami.

3. Istri menikah lagi

Pembatalan perkawinan juga bisa terjadi ketika istri menikah kembali tanpa sepengetahuan dari suami sahnya. Pembatalan nikah tersebut bisa dilakukan antara istri dengan suami yang baru di pengadilan agama atau negeri.

4. Perkawinan atas dasar ancaman

Kasus batal nikah ketika mempelai pria atau mempelai wanita diancam, jika tidak melakukan pernikahan akan diculik atau dilakukan pembunuhan.

Bila pernikahan dengan ancaman ini terjadi, tentu saja pembatalan pernikahan bisa dilakukan. Pengajuan pembatalan pernikahan bisa dilakukan di Pengadilan Agama atau Pengadilan negeri.

5. Tidak sengaja melakukan pernikahan sedarah

Contoh yang selanjutnya adalah jika kedua pasangan pengantin tidak sengaja memiliki hubungan sedarah. Misalnya seperti memiliki ayah yang sama. Kemudian hal tersebut baru saja disadari beberapa hari atau bulan setelah pernikahan. Untuk itu, pembatalan perkawinan bisa dilakukan.

Siapa Saja Yang Bisa Mengajukan Pembatalan Perkawinan?

Berdasarkan Pasal 73 KHI, beberapa orang yang bisa mengajukan pembatalan pernikahan adalah sebagai berikut:

  1. Suami atau istri, sehingga pembatalan perkawinan tersebut bisa dilakukan oleh salah satu atau keduanya secara bersama-sama.
  2. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke bawah dan ke atas dari suami atau istri. Seperti orang tua dari suami atau istri, kakek atau nenek dari suami atau istri.
  3. Para pihak yang memiliki kepentingan yang tahu mengenai adanya cacat dalam rukun dan syarat perkawinan berdasarkan hukum Islam dan aturan undang-undang sebagaimana yang ada dalam Pasal 67 KHI.
  4. Pejabat berwenang yang bertugas mengawasi pelaksanaan perkawinan berdasarkan undang-undang. Pejabat yang ditunjuk ditentukan lebih lanjut dalam peraturan undang-undang. Akan tetapi, sampai saat ini urusan tersebut masih dipegang oleh Kepala KUA, Petugas Pencatat Nikah, Ketua Pengadilan Agama atau Negeri.

Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan PDF dan Doc

Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan
Download PDF Download DOC

Konsultasikan Permasalahan Cerai Pada Justika

Untuk beberapa orang, cerai adalah solusi untuk permasalahan rumah tangga yang sudah tidak bisa dipertahankan. Namun terkadang dalam proses cerai juga bisa timbul beberapa masalah atau kebingungan yang lainnya. Untuk itu, Justika memiliki solusi untuk masalah atau kebingungan Anda terkait perceraian melalui laman ini.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.