Penyitaan merupakan upaya hukum yang dilakukan oleh petugas penyidikan untuk mengembangkan kasus pelanggaran hukum tindak pidana. Penyitaan ini dilakukan harus dengan dasar hukum penyitaan yang jelas. Artinya penyidik tidak bisa semena-mena menyita dan mengambil barang-barang milik tersangka tanpa dasar.

Dasar hukum penyitaan utamanya bersumber dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Berikut ini penjelasan Justika mengenai landasan hukum dan hal yang perlu diperhatikan dalam penyitaan oleh petugas.

Dasar Hukum Penyitaan yang Sah

Penjelasan mengenai penyitaan yang bisa dilakukan oleh lembaga POLRI termaktub dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yang mengatur bahwa polisi dapat menyita atau mengambil barang yang memiliki keterkaitan dengan tindakan pidana. Barang bukti yang telah disita ini kemudian akan digunakan dalam persidangan setelah diserahkan kepada jaksa penuntut yang menangani kasus tersebut.

Definisi penyitaan dijelaskan lebih jauh dalam Pasal 1 Butir 16 KUHAP. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa penyitaan adalah tindakan penyidik yang mengambil alih dan menyimpan di bawah penguasaan benda-benda yang berkaitan dengan kepentingan proses hukum di pengadilan.

Penyitaan juga termasuk ke dalam benda elektronik seperti hp karena masyarakat juga banyak yang bertanya perihal bolehkah polisi memeriksa hp. Sebenarnya, untuk menjawab pertanyaan bolehkah polisi memeriksa hp saat razia maka harus melihat prosedur bila polisi ingin memeriksa hp. Seperti surat izin dari pengadilan atau apakah yang diperiksa ponselnya telah tertangkap tangan.

Dasar Hukum Penyitaan Barang Bukti Menurut KUHAP

Pasal 128 KUHAP menjadi dasar hukum penyitaan barang bukti yang menjelaskan tentang apa yang harus dilakukan penyidik sebelum melakukan penyitaan yaitu menunjukkan tanda pengenal kepada orang yang memiliki penguasaan terhadap benda tersebut.

Kemudian, dasar hukum penyitaan dan prosedurnya diatur lebih jauh dalam Pasal 38 hingga Pasal 48 KUHAP.

  1. Dalam Pasal 38 KUHAP disebutkan bahwa tindakan penyitaan hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan izin dari pengadilan. Namun, dalam keadaan yang mendesak, penyidik dapat menyita terlebih dahulu barang bukti dan hanya yang termasuk ke dalam benda bergerak. Setelahnya, penyidik wajib melaporkan kepada ketua pengadilan setempat sebagai dasar hukum penyitaan.
  2. Benda-benda yang dapat disita diatur dalam dasar hukum penyitaan Pasal 39 KUHAP yaitu: benda milik tersangka yang diduga diperoleh dari tindak pidana, benda yang digunakan untuk tindak pidana, benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan,  benda yang khusus ditujukan untuk tindak pidana, dan benda lain yang memiliki hubungan langsung dengan tindakan pidana yang telah dilakukan.
  3. Pasal 40 KUHAP mengatur bahwa penyidik berhak menyita benda yang patut diduga memiliki peran dalam tindak pidana yang dilakukan.
  4. Paket atau surat yang ditujukan kepada tersangka, maka penyidik berhak untuk menyitanya dalam hal tersangka tertangkap tangan menurut Pasal 41 KUHAP.
  5. Dasar hukum penyitaan Pasal 41 KUHAP menjelaskan bahwa penyidik berhak untuk memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang memiliki keterkaitan dengan tindak pidana untuk menyerahkannya kepada penyidik.
  6. Benda sitaan disimpan dalam Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara  (Rupbasan) sesuai dengan dasar hukum penyitaan Pasal 44 KUHAP. Tetapi bila di daerah setempat belum ada Rupbasan, makan dapat disimpan di kantor kepolisian, kantor kejaksaan, dan kantor pengadilan negeri setempat ataupun di bank milik negara.
  7. Benda yang sudah tidak diperlukan lagi dalam proses penyidikan dan pengadilan, dapat dikembalikan kepada yang memilikinya. Kecuali benda yang telah diperintahkan oleh negara melalui putusan hakim untuk dimusnahkan, dirampas oleh negara, atau dirusak hingga tidak dapat digunakan lagi sesuai dengan Pasal 46 KUHAP.

Dasar hukum penyitaan barang bukti yang telah disusun dalam KUHAP menjadi pedoman bagi para penyidik untuk melakukan penyitaan sesuai prosedur.

Konsultasikan Terlebih Dahulu Jika Anda Masih Ragu

Jika Anda memiliki keraguan tentang dasar hukum penyitaan, Anda bisa berkonsultasi terlebih dahulu dengan mitra advokat andal dan profesional Justika. Anda bisa memanfaatkan layanan hukum Justika lainnya, seperti Layanan Konsultasi Chat, Konsultasi via Telepon dan  Konsultasi Tatap Muka.

Kini, konsultasi chat dengan advokat berpengalaman hanya mulai dari Rp. 30.000 saja. Dengan harga tersebut Anda sudah bisa mendapatkan solusi permasalahan hukum Anda dengan cara menceritakan permasalahan yang dihadapi melalui kolom chat. Nantinya sistem akan mencari advokat guna membantu menyelesaikan permasalahan Anda.

Untuk permasalahan yang membutuhkan solusi lebih lanjut, Anda bisa memanfaatkan layanan konsultasi telepon mulai dari Rp. 350.000 selama 30 menit atau Rp. 560.000 selama 60 menit.

Konsultasi tatap muka bisa dilakukan ketika Anda benar-benar membutuhkan saran secara langsung dari advokat terpercaya untuk kasus yang lebih rumit. Hanya dengan Rp. 2.200.000 saja, Anda sudah bisa bertemu secara langsung selama 2 jam untuk bertanya lebih dalam hingga menunjukkan dokumen-dokumen yang relevan untuk membantu permasalahan Anda.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.