Cara menuntut ganti rugi kasus penganiayaan yang akan dijelaskan dalam artikel berikut penting Anda ketahui agar tahu apa yang harus dilakukan, kemana dan kepada siapa Anda melapor ketika mengalami ini.

Ketika terjadi tindak kejahatan, korban adalah pihak yang paling dirugikan. Kerugian ini dapat berupa kerugian secara fisik, psikis, maupun kerugian materiil. Namun, dalam prakteknya seringkali hukum hanya mengedepankan hak-hak tersangka.

Pengembalian hak korban jadi terabaikan. Sementara kondisi di Indonesia juga tergolong miris. Sebab banyak yang sulit mendapatkan hak tersebut karena berbagai faktor.

Mulai dari kurangnya pengetahuan, ketakutan untuk berurusan dengan hukum karena seringkali hasil yang didapat tidak seimbang dengan biaya yang dikeluarkan, hingga kurangnya aparat hukum yang memberi informasi cara menuntut ganti rugi.

Jika kasusnya adalah penyebaran konten penganiayaan, ada undang-undang penyebar video penganiayaan dalam UU ITE sebagai dasar hukumnya. Anda bisa melaporkan konten tersebut ke layanan Aduan Konten. Lalu bagaimana dengan korban penganiayaan?

Cara Menuntut Ganti Rugi Kasus Penganiayaan

Sebelum menuntut ganti rugi tindak pidana, perlu diidentifikasi terlebih dahulu kasus tindak pidana yang dimaksud. Apakah penganiayaan berat, pembunuhan, atau yang lainnya. Perbedaan pembunuhan dan penganiayaan berat itu seperti apa.

Dalam penyebaran video penganiayaan kerugian psikis barangkali dapat dialami. Untuk itu Anda juga perlu mengikuti langkah hukum melaporkan penyebar video penganiayaan agar konten tersebut tidak berdampak bagi yang lainnya.

Dalam tindak pidana penganiayaan, korban dapat menderita secara fisik, materi bahkan psikis sekaligus. Karena itu, penyelesaiannya seharusnya tidak hanya fokus pada hukuman yang ditetapkan kepada tersangka, namun juga pertanggungjawaban ganti rugi terhadap korban.

Setidaknya ada 4 mekanisme atau cara menuntut atas ganti rugi dari kasus penganiayaan yang bisa Anda tempuh untuk mengupayakan keadilan. Ketiganya akan dijabarkan dalam uraian di bawah.

  1. Penggabungan Perkara Ganti Kerugian

Ganti kerugian sebenarnya merupakan ranah hukum perdata. Namun mewujudkan asas peradilan sederhana, cepat, dengan biaya ringan, ganti rugi ini dapat digabung dengan pemeriksaan pidana sekaligus.

Penggabungan perkara ganti kerugian telah diatur dalam Bab XIII UU No.18 Th. 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Pasal 98 sampai dengan Pasal 101.

Mekanisme penggabungan perkara ganti rugi ini dapat diajukan selambat-lambatnya sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan pidana.

Biasanya korban meminta penggabungan perkara ganti kerugian ketika dimintai keterangan sebagai saksi korban dalam pengadilan. Dalam hal ini pengadilan wajib menimbang terkait kewenangannya untuk mengadili gugatan tersebut.

Selanjutnya akan diselidiki terkait kebenaran gugatan dan hukum penggantian biaya yang sebelumnya telah dikeluarkan oleh korban. Putusan ini akan mendapat kekuatan hukum yang sama dengan putusan pidananya.

  1. Gugatan Perbuatan Melawan Hukum

Mekanisme lain yang tersedia sebagai cara menuntut ganti rugi kasus penganiayaan adalah dengan menggunakan gugatan perdata biasa dengan model gugatan perbuatan melawan hukum.

Ketika memilih mekanisme ini, korban tindak pidana harus menunggu putusan dari Pengadilan yang telah memutus perkara pidana yang diperbuat pelaku.

Putusan tersebut selanjutnya dapat dijadikan sebagai bukti melakukan gugatan secara perdata untuk meminta penggantian kerugian bagi korban. Proses persidangan ini dilaksanakan dengan mengikuti hukum acara perdata.

  1. Permohonan Restitusi

Permohonan restitusi merupakan ganti rugi yang diberikan oleh pelaku kepada korban atau keluarga korban. Dapat juga melalui pihak ketiga. Permohonan ini dapat diajukan sebelum maupun sesudah pelaku dinyatakan bersalah.

Permohonan restitusi ini dibuat dalam bentuk tertulis, bermaterai dan menggunakan bahasa Indonesia. Bisa dibuat oleh korban, keluarga korban, ataupun kuasanya yang diajukan ke Pengadilan melalui LPSK.

Permohonan restitusi setidaknya harus memuat: identitas pemohon, uraian tindak pidana, identitas pelaku tindak pidana, uraian kerugian yang senyatanya diderita dan sejumlah lampiran sebagai bukti yang mendukung.

Di antaranya adalah fotokopi identitas korban, bukti kerugian, bukti biaya yang dikeluarkan selama perawatan, fotokopi surat kematian jika korban meninggal, surat keterangan kepolisian, surat keterangan hubungan keluarga atau surat kuasa.

  1. Jalur Non Litigasi

Apabila tingkat kerugian tergolong ringan, Anda dapat menggunakan jalur non litigasi. Mekanisme ini dapat dilakukan dengan cara meminta langsung ganti rugi terhadap pelaku tindak pidana. Dapat juga diselesaikan secara kesepakatan kekeluargaan.

Meski pada banyak kasus, korban akan memakai perantara seperti pihak kepolisian yang diposisikan sebagai penengah untuk mengadili dan menyelesaikan perkara ganti rugi.Jadi, jangan ragu untuk memperjuangkan keadilan apabila Anda atau kerabat menjadi korban penganiayaan. Sebab cara menuntut ganti rugi kasus penganiayaan sebenarnya bisa diupayakan apabila Anda memahami langkahnya.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.