Ancaman hukum untuk penghilang barang bukti sudah secara tegas diatur dalam undang-undang. Sehingga, bagi siapa saja yang melakukan tindakan tersebut akan mendapatkan sanksi.

Penghilangan barang bukti merupakan hal yang sangat fatal. Sebab, tindakan tersebut bisa menyulitkan proses penyelidikan, penuntutan, serta dakwaan dalam suatu kasus. Tidak heran jika terdapat beberapa aturan hukum penghilangan barang bukti.

Sebab, banyak pihak yang dirugikan atas hal ini. Terutama bagi pihak korban yang sedang menantikan keadilan atas tindakan pidana yang dilakukan oleh tersangka atau terdakwa. Dengan kurangnya bukti, dakwaan juga tidak maksimal.

Oleh sebab itu diberlakukannya hukuman untuk pelaku penghilangan barang bukti agar membuat efek jera dan takut. Dengan demikian, korban akan memperoleh keadilan dan proses hukum di Indonesia bisa berjalan baik.

Tindak penghilangan Barang bukti sendiri masuk ke tindak pidana dan pelakunya akan terancam hukuman penjara. Ancaman hukum untuk penghilang barang bukti terdapat dalam beberapa landasan hukum.

Bahkan bukti dalam bentuk fisik dan elektronik diatur dalam landasan hukum berbeda, ancaman hukum yang diberikan juga tentunya berbeda. Untuk mengetahui informasi selengkapnya, simak penjelasannya berikut ini.

Ancaman Hukum untuk Penghilang Barang Bukti Berbentuk Fisik

Berdasarkan Hetterziene in Landsch Regerment atau dikenal juga sebagai HIR. Pada pasal 42 dijelaskan mengenai bukti secara fisik. Sehingga, terdapat hukuman jika menghilangkan barang bukti berbentuk fisik seperti barang sasaran tindak pidana.

Maksudnya adalah barang-barang yang menyebabkan pelaku ingin melalukan tindak pidana. Misalnya barang yang ingin dicuri. Kemudian adalah barang hasil tindak pidana apabila pelaku memproduksi suatu barang tertentu.

Misalnya adalah uang palsu, emas palsu, narkotika, dan lain sebagainya. Ancaman hukum untuk penghilang barang bukti berlaku untuk barang yang digunakan untuk melakukan tidak pidana secara langsung.

Misalnya kasus pembunuhan, maka barang yang digunakan adalah benda tajam atau benda tumpul. Kemudian yang termasuk ke dalam bukti berbentuk fisik adalah barang yang bisa meringankan atau memberatkan terdakwa.

Jika penghilangan bukti ini dibantu oleh orang lain, maka terdapat sanksi hukum membantu menghilangkan barang bukti. Jadi orang yang membantu akan terkena hukumannya juga.

Pasal yang akan menjerat pelaku penghilangan bukti fisik di antaranya adalah Pasal 221 Ayat 1 KUHP dan Pasal 233 KUHP. Pada pasal 221 Ayat 1 KUHP,  pelaku penghilangan barang bukti diancam dengan hukuman selama 9 bulan penjara.

Dengan denda paling besar adalah empat ribu lima ratus rupiah. Perlu diketahui bahwa nominal denda tersebut pada tahun 80-an. Untuk saat ini, nominalnya bisa lebih besar dari itu tergantung dari putusan hakim.

Sedangkan pada Pasal 233 KUHP, ancaman hukum untuk penghilang barang bukti adalah penjara maksimal selama 4 tahun. Perbedaan ancaman tersebut dikarenakan jenis penghilangannya yang berbeda pula.

Pada pasal ini, pelaku akan merusak barang bukti penting sehingga tidak dapat digunakan saat hendak diperiksa.

Hukuman Bagi Penghilang Barang Bukti Bentuk Elektronik

Jika di atas sudah dijelaskan mengenai ancaman untuk penghilangan bukti dalam bentuk fisik, maka kali ini kami akan menjelaskan mengenai penghilangan bukti bentuk elektronik. Seperti yang diketahui, saat ini teknologi sudah sangat maju.

Sehingga, barang bukti dapat dalam bentuk elektronik. Misalnya adalah bukti percakapan di chat, bukti transaksi elektronik, video, dan masih banyak lainnya yang tercantum dalam Pasal 32 ayat (1) UU ITE.

Ancaman hukum untuk penghilang barang bukti elektronik diatur pada Pasal 48 Ayat (1) UU ITE dengan maksimal penjara selama 8 tahun dan denda uang sebesar 2 miliar.

Karena kesalahannya yang fatal, maka ancaman hukumannya juga lebih lama. Tetapi hukuman berdasarkan pasal-pasal tersebut bisa saja dikurangi karena berbagai faktor.

Salah satunya adalah karena tingkat keparahan pelanggarannya. Sebab, ancaman yang disebutkan adalah waktu maksimal hukuman.

Dengan pentingnya barang bukti, sebagian masyarakat merasa bingung apakah melaporkan tindak pidana harus ada bukti. Sebab, mereka takut jika melaporkan tanpa bukti justru dianggap melontarkan tuduhan palsu.

Padahal, secara normatif pelaporan tidak memerlukan adanya bukti. Sebab, penyidik akan menyelidiki laporan tersebut dan mencari barang bukti sendiri. Selama tidak ada indikasi penyerangan kehormatan, maka Anda tidak perlu khawatir. Barang bukti merupakan hal yang sangat penting terhadap dakwaan tersangka tindak pidana. Oleh sebab itu, diberlakukan ancaman hukum untuk penghilang barang bukti agar tidak ada pihak yang mencoba menghilangkannya.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.