Dalam agama apapun, perceraian menjadi hal yang sebaiknya tidak terjadi, termasuk bagi penganut agama Katolik. Akan tetapi, ada beberapa hal yang membuat hubungan rumah tangga yang menyebabkan rumah tangga tidak bisa dilanjutkan atau justru akan lebih buruk jika tetap dipertahankan.

Sehingga beberapa orang memutuskan untuk mengajukan gugatan cerai. Dalam artikel ini akan dibahas lebih lanjut mengenai beberapa hal yang berhubungan dengan perceraian Katolik.

Alasan Perceraian Katolik

Untuk Anda yang beragama Katolik, alasan yang bisa digunakan dalam perceraian adalah yang ada pada Penjelasan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 (untuk selanjutnya disingkat UU Perkawinan) dan dan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (untuk selanjutnya disingkat PP 9/1975). Beberapa alasan yang bisa digunakan tersebut seperti:

  1. Salah satu pihak baik suami atau istri melakukan perbuatan zina, atau menjadi penjudi atau pemabuk, atau pemadat atau hal lainnya yang sulit untuk disembuhkan.
  2. Salah satu pihak baik suami atau istri, meninggalkan pihak yang lainnya selama 2 tahun berturut-turut tanpa adanya izin dari pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau dikarenakan hal lainnya yang diluar kemampuannya.
  3. Salah satu pihak baik suami atau istri mendapatkan hukuman penjara selama 5 tahun atau hukuman lainnya yang lebih berat setelah terjadi perkawinan.
  4. Salah pihak baik suami atau istri melakukan penganiayaan atau kekejaman berat yang menyebabkan pihak lainnya dalam keadaan yang bahaya.
  5. Salah satu pihak baik suami atau istri mendapatkan cacat badan atau penyakit yang berakibat tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri dengan baik.
  6. Terjadi pertengkaran dan perselisihan secara terus menerus antara suami dan istri sehingga tidak ada harapan untuk mempertahankan rumah tangga.

Jika salah satu atau beberapa dari poin tersebut sudah terjadi pada rumah tangga Anda, maka secara hukum alasan tersebut sudah cukup kuat untuk mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Negeri.

Tujuan Perkawinan Dalam Katolik

Mengutip dari tuhanyesus.org, dalam ajaran Katolik, perkawinan adalah sebuah sakramen yang merupakan tanda cinta kasih dari Tuhan pada manusia. Sakramen perkawinan tersebut memiliki arti perjanjian antara laki-laki dan perempuan guna membentuk kehidupan bersama.

1. Perkawinan adalah perjanjian kasih

Ketika terjadi perkawinan, maka kedua pasangan atau suami istri tersebut sama-sama mengucapkan janji pernikahan, yaitu:

  • Ia berjanji untuk mencintai pasangannya baik dalam keadaan suka dan duka
  • Ia berjanji untuk menjadi bapak atau ibu yang baik bagi anak-anak yang dipercayakan Tuhan kepada mereka.
  • Sejak saat itu ia memilih pasangannya menjadi suami atau istri.

2. Perkawinan adalah kesepakatan untuk senasib

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, perkawinan juga berarti kesepakatan untuk senasib yang mana kedua mempelai bersama-sama untuk selalu ada baik dalam suka maupun duka.

3. Perkawinan bertujuan untuk kesejahteraan

Dalam hubungan pernikahan, suami istri sangat perlu untuk saling mendukung satu sama lain. Baik dalam hubungan rumah tangga atau hal lainnya asalkan memiliki tujuan yang positif.

4. Perkawinan terarah pada kelahiran

Salah satu yang menjadi tujuan pernikahan adalah untuk beranak cucu atau sama halnya dengan lahirnya kehidupan baru. Namun selain melahirkan anak atau keturunan, pasangan tersebut juga dihadapkan bisa mendidik dengan dan menanamkan rasa cinta kasih.

5. Perkawinan sebagai sarana penyelamatan

Pernikahan merupakan sakramen yang mana menjadi salah satu cara Tuhan untuk mewujudkan kasih dan menggunakannya sebagai bentuk penyelamatan. Oleh karena itu, akan sangat penting bagi keluarga baru untuk menggunakan Tuhan sebagai pondasi atau acuan ketika ingin membuat keputusan.

Hukum Gereja Katolik Tentang Perceraian

Dalam agama Katolik sendiri, perkawinan berciri tidak terceraikan dan satu untuk selamanya. Oleh karenanya pasangan Katolik tidak bisa bercerai secara agama. Aturan mengenai hal tersebut ada dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) yang disusun dan disahkan gereja yang bersifat gerejawi dan mengikat yang mana tidak mengenal adanya perceraian.

Pasangan Katolik yang bercerai secara sepihak, maka dalam agamanya masih dianggap memiliki hubungan rumah tangga yang sah dengan pasangannya. Kemudian jika tetap bercerai dan menikah kembali, maka pernikahannya dianggap tidak sah secara agama Katolik. Hal tersebut dikarenakan umat Katolik perlu memiliki izin dari gereja jika ingin menikah lagi.

Syarat Perceraian Katolik

Perlu diketahui bahwa syarat hingga proses untuk perceraian Katolik sama halnya dengan perceraian agama lain. Hanya yang membedakannya adalah tempat atau pengadilan yang berbeda.

Untuk pasangan beragama Katolik atau lainnya, maka gugatan cerai dan persidangan bisa diajukan di Pengadilan Negeri. Berikut adalah beberapa syarat jika ingin mengajukan gugatan perceraian Katolik ke Pengadilan Negeri:

  1. Buku nikah yang asli
  2. Fotokopi kartu identitas atau KTP
  3. Fotokopi Kartu Keluarga
  4. Fotokopi surat nikah yang sudah dilegalisir dan materai
  5. Beberapa dokumen tambahan jika dibutuhkan seperti akta kelahiran anak jika ingin mengajukan tuntutan hak asuh anak.

Prosedur Perceraian Katolik

Cara mengurus perceraian dalam agama Katolik di Indonesia sama halnya dengan mengurus gugatan cerai pada umumnya, seperti berikut:

  1. Anda bisa mendaftarkan gugatan cerai ke Pengadilan Negeri dengan membuat surat gugatan cerai dan jika menggunakan bantuan pengacara maka membutuhkan surat kuasa.
  2. Surat kuasa dan surat gugatan perlu mendapatkan persetujuan dari ketua Pengadilan Negeri.
  3. Setelah itu, Anda akan diminta untuk membayarkan biaya gugatan atau biaya panjar perkara.
  4. Nantinya setelah perkara gugatan cerai Anda masuk, maka selanjutnya Anda bisa menunggu untuk mendapatkan surat panggilan sidang cerai untuk mengikuti sidang cerai sesuai yang sudah dijadwalkan.
  5. Hakim akan berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak melalui mediasi
  6. Apabila tidak ditemukan jalan keluarnya, maka hakim akan memutuskan untuk menerima gugatan cerai atau menolak gugatannya.

Penyederhanaan Proses Perceraian Katolik Oleh Paus Fransiskus

Ajaran yang ada dalam agama Katolik, pasangan yang bercerai harus mendapatkan izin dari gereja jika ingin menikah lagi. Tanpa adanya izin tersebut, pasangan yang menikah secara sipil akan dianggap berdosa, pezina dan dilarang menerima komuni.

Menurut bbc.com, Paus Fransiskus menyederhanakan proses sidang perceraian Katolik yang tadinya 2 sidang gereja menjadi 1 sidang gereja saja. Kemudian, uskup juga bisa mengabulkan permohonan cerai secara langsung jika suami istri tersebut bersedia atau memintanya. Perubahan tersebut juga termasuk dalam pembebasan biaya.

Biaya Perceraian Katolik

Di Indonesia sendiri, perceraian bisa terjadi secara sah apabila dilakukan di hadapan persidangan. Oleh karenanya, untuk perceraian Katolik yang dianggap sah secara hukum harus dilakukan di Pengadilan Negeri.

Untuk biayanya sendiri akan bergantung pada setiap Pengadilan Negeri tempat Anda mengajukan gugatan cerai. Hal ini karena setiap pengadilan negeri akan memberikan biaya yang berbeda-beda, sehingga akan lebih baik jika Anda bertanya secara langsung atau melalui website pengadilan negeri yang bersangkutan.

Berikut adalah kisaran biaya panjar gugatan jika Anda ingin mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Negeri Jakarta Timur:

  1. Biaya pendaftaran: Rp30.000
  2. Biaya proses: Rp100.000
  3. Panggilan tergugat 3x: Rp375.000
  4. Mediasi tergugat: Rp125.000
  5. Pemberitahuan tergugat: Rp125.000
  6. Redaksi sidang pertama: Rp20.000
  7. Redaksi pemberitahuan putusan: Rp20.000
  8. Redaksi putusan: Rp10.000
  9. Materai: Rp10.000

Sehingga kisaran biaya yang dibutuhkan untuk mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Negeri Jakarta Timur adalah Rp815.000. Perlu diketahui bahwa biaya tersebut dapat berbeda-beda.

Adakah Pembatalan Perkawinan Perceraian Katolik?

Dalam agama Katolik ada istilah pembatalan perkawinan yang berarti bahwa perkawinan tersebut tidak sah disebut sebagai perkawinan. Berdasarkan gereja Katolik, ada 3 hal yang bisa membatalkan perkawinan yaitu halangan menikah, cacat forma kanonika dan cacar konsensus.

Jika sebelum terjadinya pernikahan ada satu atau lebih cacat yang dimaksudkan diatas, maka perkawinan tersebut sudah tidak memenuhi syarat perkawinan yang diteguhkan, sehingga yang bersangkutan berhak untuk melakukan penyelidikan dan pihak Tribunal bisa mengabulkan permintaan pembatalan perkawinan.

Akan tetapi, jika perkawinan tersebut sudah sah, maka tidak ada pembatalan perkawinan atau diceraikan.

Bolehkah Orang Katolik Bercerai Dan Menikah Lagi

Jika berdasarkan Kitab Hukum Kanonik, dalam agama Katolik tidak ada perceraian. Sehingga juga tidak diperkenankan untuk menikah kembali dikarenakan perceraian yang dilakukan secara sepihak saja, maka tidak dianggap sebagai perceraian atau masih terikat hubungan perkawinan yang sah dengan pasangan sebelumnya.

Namun, jika merujuk pada hukum positif di Indonesia, menurut UU Perkawinan, perkawinan dapat putus salah satunya karena perceraian yang hanya bisa dilakukan di muka pengadilan sebagaimana telah dijelaskan

Adakah Istilah Rujuk Dalam Perceraian Katolik?

Dalam perceraian Katolik tidak ada istilah rujuk, perceraian yang dilakukan secara hukum negara atau di Pengadilan negeri masih dianggap tidak sah berdasarkan hukum agama Katolik yang berlaku. Dalam kata lain, walaupun sudah bercerai secara negara namun perceraian tersebut dianggap tidak ada atau tidak terjadi berdasarkan gereja Katolik.

Jika pasangan Katolik bercerai secara negara, maka pasangan tersebut wajib menikah kembali sesuai aturan dalam UU Perkawinan agar perkawinan mereka sah secara negara.

Konsultasikan Permasalahan Cerai Pada Justika

Untuk beberapa orang, cerai adalah solusi untuk permasalahan rumah tangga yang sudah tidak bisa dipertahankan. Namun terkadang dalam proses cerai juga bisa timbul beberapa masalah atau kebingungan yang lainnya. Untuk itu, Justika memiliki solusi untuk masalah atau kebingungan Anda terkait perceraian melalui laman ini.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah ini.