Pertanyaan yang cukup sering terlintas adalah bagaimana jika saksi menjawab lupa di persidangan, dan apa kemungkinan terbesar akibat dari tindakannya itu? Perlu disadari, segala sesuatu terjadi kadang di luar kendali.

Meski saksi dipanggil secara resmi oleh pihak berwenang, tetapi bisa saja memberikan penjelasan palsu jauh dari yang dibutuhkan. Sejatinya, pihak pemberi informasi dalam perkara tidak serta-merta lepas dari aturan hukum.

Terlebih untuk bisa mengantisipasi saksi tidak hadir dalam persidangan. Memang benar kehadirannya dapat mempermudah proses hukum yang ada terhadap terdakwa, namun bukan berarti percaya hingga tidak didukung sebuah bukti.

Dalam situasi seperti ini, akan ada banyak ahli keterangan hadir untuk menuntun jalannya persidangan sebagaimana mestinya. Demi menghindari adanya tipu muslihat seorang saksi.

Jika Saksi Menjawab Lupa di Persidangan, Apa Akibatnya?

Sebelum masuk kepada penjelasan jika saksi menjawab lupa di persidangan, sebaiknya pahami dulu konsekuensi seseorang menjadi pemberi penjelasan dalam suatu perkara. Karena hal ini penting agar tidak salah mengambil keputusan.

Seperti halnya syarat menjadi saksi dalam persidangan. Karena berada dipihak pemberi informasi dan keterangan tidak langsung membuat seseorang kebal hukum. Terlebih jika pihaknya menolak menjadi salah satunya.

Maka bukan tidak mungkin akan dijatuhi hukuman pidana atas dasar penolakan suatu perkara yang melibatkan dirinya. Peraturan yang mengacu pada situasi ini adalah pasal 224 ayat 1 KUHP.

Inti dari pasal itu menyatakan bila, siapa saja yang dipanggil menjadi pemberi keterangan, ahli atau juru bahasa menurut ketentuan UU dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya akan dikenakan sanksi ancam.

Pertama, terjerat perkara pidana dengan menjadi tahanan penjara paling lama sembilan bulan. Sedangkan perkara lainnya dijatuhi enam bulan penjara. Untuk lebih jelasnya dapat mengunjungi laman apakah saksi bisa dijatuhi hukuman.

Bahkan dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) tertera sebuah ketentuan yang menjelaskan, supaya seseorang dapat dihukum berdasarkan pasal 224 KUHP ada beberapa  keseharusan terpenuhi.

Pertama, dipanggil menurut UU yang mana oleh hakim langsung untuk menjadi ahli, juru bahasa baik dalam perkara perdata atau perkara pidana. Kedua, dengan tidak memenuhi kewajibannya untuk datang sidang.

Ketiga, jika seseorang yang ditunjuk ternyata tidak datang atau jika saksi menjawab lupa di persidangan maka pengadilan akan memberikan orang tersebut hukum tindak pidana pasal 522 KUHP.

Dan perlu diingatkan segala proses ini dibawahi dengan sumpah sesuai dengan agamanya. Sehingga akan sangat merugikan diri sendiri dan orang lain bila memberikan keterangan palsu.

Ketentuan Saksi dalam Suatu Perkara

Setelah mengetahui pemberi keterangan tidak bisa lepas dari aturan hukum yang berlaku, maka mungkin Anda ingin memahami lebih situasi berbedanya, seperti bagaimana jika diancam untuk menjadi saksi.

Adapun ketentuan seseorang untuk bisa menjadi saksi telah diatur dalam pasal 145 dan 146 HIR/172 Rbg, menjelaskan mengenai keterangan apa saja dari pihak tersebut yang tidak perlu dipertimbangkan mutlak.

Dan juga gambaran situasi jika saksi mengundurkan diri untuk memberikan kesaksian. Dalam pasal 145 (1) HIR, menyatakan jika ada beberapa orang yang tidak dapat didengarkan keterangannya.

Pertama, keluarga dengan hubungan sedarah atau dari salah satu garis keturunan lurus. Kedua, suami atau istri meski keduanya sudah bercerai. Ketiga, Anak belum berusia legal atau dibawah 15 tahun.

Dan yang keempat, seseorang yang kurang akal atau gila. Meski sekali-kali dapat menggunakan pikiran sehatnya tidak akan didengarkan penjelasanya secara mutlak. Larangan ini diberlakukan dalam kondisi tertentu.

Juga tidak menutup kemungkinan pihak tersebut dapat memberikan kesaksian tanpa disumpah. Pembagian keterangannya terbagi ke dalam dua, yaitu tertera di pembahasan satu dan dua, kemudian tiga dan empat.

Dalam kasus pertama dan kedua, kesaksiannya dapat ditolak jika masing-masing pihak, yaitu keluarga sedarah, sedang masuk ke dalam suatu perkara perselisihan, berdasarkan pasal 145 ayat (2).

Sedangkan untuk bagian ketiga dan keempat, merupakan keseharusan karena syaratnya saksi tersebut seorang dewasa dengan akal sehat. Sehingga dapat memberikan penjelasan secara lugas, benar dan tepat.

Seseorang yang mudah diajak kerja sama dengan sukarela tentu akan lebih melancarkan segala proses. Artikel ini menjelaskan akibat jika saksi menjawab lupa di persidangan dan beberapa hal yang harus diperhatikan.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.