Dalam praktek peradilan berkembang istilah yang disebut dengan pinjam pakai barang bukti, namun hal ini belum ditemukan secara konkret dasar hukum pinjam pakai barang bukti di dalam KUHP.

Barang bukti yang disita dalam perkara pidana, hanya digunakan dalam rangka untuk menguatkan pembuktian di depan sidang pengadilan. Penyitaan dalam KUHP dan pengambilan barang bukti ini hanya akan bersifat sementara.

Apa itu Pinjam Pakai Barang Bukti?

Pinjam pakai barang bukti merupakan barang bukti yang disita dalam perkara pidana, milik korban tindak pidana seperti korban pencurian, penipuan dan lain-lain dan akan digunakan dalam rangka pembuktian di depan persidangan dan hanya bersifat sementara.

Ketentuan maksud dari pinjam pakai barang bukti, benda tersebut bukan bermaksud diambil alih atau disita secara permanen, melainkan hanya kebutuhan persidangan perkara. Setelah persidangan perkara telah memiliki putusan hukum, maka barang bukti tersebut dapat dikembalikan kepada yang memiliki haknya.

Dasar Hukum Pinjam Pakai Barang Bukti

Dasar hukum pinjam pakai barang bukti secara umum diatur mengenai tanggung jawab terhadap barang bukti tersebut, hal ini tertuang dalam Pasal 44 KUHAP jo. Pasal 30 PP No. 27/1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP.

Dalam Pasal tersebut dijelaskan bahwa seorang pejabat berdasarkan tingkatan perkara memiliki tanggung jawab terhadap barang bukti yang disita atau pinjam. Hal yang mendasari pinjam pakai barang bukti tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan tahap-tahap pemeriksaan perkara dalam hukum acara pidana.

Berdasarkan Pasal yang mengatur tanggung jawab terhadap barang bukti, dapat menjadi dasar hukum pinjam pakai barang bukti yang akan mengatur kewenangan pejabat terhadap barang bukti tersebut. Beberapa kewenangan pejabat terhadap barang bukti tersebut, meliputi:

1. Pengembalian Benda Sitaan

Pengembalian benda sitaan dilakukan dengan melihat berdasarkan 2 kondisi, yaitu tidak diperlukannya lagi benda tersebut dalam kepentingan pembuktian dan tidak dilanjutkannya lagi perkara.

Dasar hukum pinjam pakai barang bukti yang harus dikembalikan kepada orang yang berhak diatur dalam Pasal 46 ayat 1 huruf b dan huruf c KUHAP. Hal yang berbeda jika, benda tersebut merupakan benda yang digunakan sebagai tindak pidana atau hasil tindak pidana maka benda tidak dapat dikembalikan.

2. Mengajukan Permohonan Peminjaman atau Titip Pakai Barang Bukti

Permohonan peminjaman barang bukti atau benda sitaan dapat dilakukan oleh pihak yang berhak, jika dalam tahap penyidikan kasus telah berakhir maka pejabat berwenang harus akan mengembalikan benda sitaan atau barang bukti tersebut kepada pihak yang berhak.

Dalam prakteknya, permohonan pinjam pakai barang bukti akan lebih mudah dilakukan dan dikabulkan di tahap penuntutan.

Barang Bukti Dalam Perkara Pidana

Seperti yang sudah disebutkan diatas bahwasannya benda sitaan atau peminjaman barang bukti hanya bersifat sementara, dimana dasar hukum pinjam pakai barang bukti akan dilakukan sesuai dengan prosedur peminjaman barang bukti berdasarkan Pasal 46 ayat 2 KUHAP, yang berarti apabila suatu perkara sudah memiliki putusan berkekuatan hukum tetap, maka kemungkinan terhadap benda sitaan tersebut akan:

  1. Dikembalikan kepada pihak yang berhak atau pihak yang sesuai dalam putusan;
  2. Dirampas oleh negara yang selanjutnya akan dimusnahkan; dan
  3. Tetap disimpan untuk keperluan barang bukti perkara lain.

Dengan demikian dasar hukum pinjam pakai barang bukti, tidak memiliki peraturan yang mengikat berdasarkan KUHAP. Akan tetapi, dalam proses persidangan perkara pidana jika barang bukti tersebut memiliki kekuatan untuk menguatkan hukuman, maka pihak berwenang akan menggunakan barang bukti tersebut sesuai dengan syarat penyitaan.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.