Pertanyaan

Saya baru diterima kerja dan akan melakukan penandatanganan kontrak dengan sebuah perusahaan. Namun, saya belum paham betul istilah PKWT dan PKWTT. Sebenarnya, apa saja perbedaan dari PKWT dan PKWTT ini?

Penjelasan Mengenai Perbedaan PKWT dan PKWTT

Perlu diketahui, hubungan kerja adalah hubungan antara pemberi kerja dengan karyawan atau pekerjanya yang didasarkan pada sebuah perjanjian kerja. Hubungan kerja ini memiliki 3 unsur utama, yaitu unsur pekerjaan, upah, dan perintah, sebagaimana yang tertera pada Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”).

Selanjutnya, dalam hukum dan perundang-undangan Indonesia jenis perjanjian kerja dibagi menjadi dua, yakni Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

Secara mendasar perbedaan PKWT dan PKWTT terletak pada status hubungan kerja dan lama waktu kontrak. Namun, agar lebih jelas simak ulasan detailnya berikut ini:

Apa Itu PKWTT?

Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) tidak memiliki batas waktu dalam perjanjiannya. Berdasarkan Pasal 60 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, perjanjian ini hanya akan berakhir jika karyawan memasuki masa pensiun atau meninggal dunia.

Dalam PKWTT boleh mensyaratkan masa percobaan dengan periode maksimal 3 bulan. Apabila terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), maka perusahaan wajib membayarkan pesangon kepada karyawan.

Lalu, Bagaimana dengan PKWT?

Berbeda dengan PKWTT, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu atau disingkat PKWT merupakan perjanjian kerja yang sifat atau jenis pekerjaannya dapat diselesaikan dalam waktu tertentu, merujuk pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 100 Tahun 2004. Artinya, perusahaan mempekerjakan karyawan dalam kontrak yang sifatnya hanya sementara saja.

Oleh karena itu, perusahaan tidak bisa memberikan status PKWT pada semua jenis pekerjaan. Biasanya, PKWT hanya dibuat perusahaan untuk pekerjaan tertentu seperti pekerja lepas atau freelance, pekerja musiman, atau jenis pekerjaan lainnya yang memiliki batas waktu pengerjaan.

Dalam UU Ketenagakerjaan, batas maksimal PKWT adalah 3 tahun. Namun, setelah disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja, maka jangka waktu maksimal bagi perusahaan untuk menyelenggarakan kontrak PKWT diperpanjang menjadi lima tahun. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 8 Ayat 1 PP No. 35 Tahun 2021, yang berbunyi:

“PKWT berdasarkan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat dibuat untuk paling lama 5 (lima) tahun”

Selanjutnya, sebagaimana Pasal 8 Ayat 2 PP No. 35 tahun 2021, perusahaan diperbolehkan untuk memperpanjang kontrak PKWT yang telah selesai maksimal selama lima tahun.

Selain membawa perubahan pada periode atau jangka waktu PKWT, adanya UU Cipta Kerja ini juga membawa manfaat lainnya bagi pekerja atau karyawan. Sebab kini, pekerja dengan status kontrak akan mendapatkan kompensasi jika terkena PHK.

Namun, perlu diperhatikan bahwa PKWT sebaiknya dituang dalam perjanjian tertulis, tidak hanya dari lisan saja.

Syarat Sah PKWT

Agar status PKWT sah dan mengikat para pihak, terdapat sejumlah syarat yang harus dipenuhi, antara lain syarat formil dan syarat materil.

Syarat formil PKWT merupakan syarat yang berkaitan dengan tata cara penyusunan atau bentuk PKWT. Hal ini merujuk pada pengaturannya dalam Pasal 54-57 UU Ketenagakerjaan. Adapun syarat formil terdiri dari:

  • nama, alamat perusahaan dan jenis usaha;
  • nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja/buruh;
  • jabatan atau jenis pekerjaan;
  • tempat pekerjaan;
  • besarnya upah dan cara pembayaran;
  • syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban para pihak;
  • jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
  • tempat dan tanggal perjanjian kerja;
  • tanda tangan para pihak;
  • PKWT dibuat tertulis menggunakan bahasa Indonesia.

Sementara syarat materil adalah syarat yang  berkaitan dengan berbagai hal tentang substansi PKWT yang wajib dipenuhi oleh para pihak. Apabila tidak, maka PKWT bisa batal demi hukum atau mendapat konsekuensi hukum yang dapat merugikan pelaksanaan PKWT.

Setidaknya, ada 2 hal yang perlu Anda perhatikan terkait syarat materil PKWT, di antaranya:

  • Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu.
  • Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.  Yang dimaksud dengan pekerjaan yang bersifat tetap adalah pekerjaan yang sifatnya terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman. Hal ini sebagaimana tertuang pada Pasal 59 ayat (2) UU Cipta Kerja.

Perubahan Status PKWT Menjadi PKWTT

Dalam peraturan yang berlaku untuk pekerja yang memiliki status PKWT sendiri, dapat berubah menjadi PKWTT dengan beberapa ketentuan sebagai berikut;

  • Jika PKWT dibuat tidak dalam bahasa Indonesia dan huruf latin, maka perjanjian kerja akan berubah menjadi PKWTT sejak hubungan kerja tersebut ada;
  • Jika dalam pembuatan PKWT tidak memenehui ketentuan berdasarkan Pasal 4 ayat 2 dan Pasal 5 ayat dalam Keputusan Kemenaker No.100/MEN.IV/2004, maka PKWT dapat berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja
  • Jika dalam PKWT yang berurusan dengan produk baru, terjadi penyimpangan ketentuan dalam Pasal 8 ayat 2 dan 3 Keputusan Kemenaker No.100.MEN/IV/2004, maka PKWT dapat berubah menjadi PKWTT
  • Jika tidak ada pembaharuan PKWT dalam masa tenggang waktu 30 hari setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan lain sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 Keputusan Kemenaker No.100/MEN.IV/2004, maka dapat terjadi perubahan PKWT menjadi PKWTT

Revisi Aturan PKWT dan PKWTT

Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja, yang mana salah satu aturannya merevisi kembali terkait aturan PKWT di perusahaan. Aturan kontrak PKWT semula diatur dalam Pasal 59 UU No.13 Tentang Ketenagakerjaan.

Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa maksimal kontrak pekerja dilakukan dalam waktu 3 tahun, selebihnya pihak perusahaan harus mengangkat karyawan tersebut menjadi karyawan tetap jika masih ingin mempekerjakannya.

Akan tetapi, aturan tersebut telah dihapus dan diubah oleh pemerintah melalui UU Cipta kerja, dimana aturan kontrak tersebut saat ini tidak dicantumkan. Dengan demikian, revisi yang ada dalam UU Cipta Kerja memungkinkan pekerja dengan status PKWT dapat dikontrak lebih dari 3 tahun.

Justika Dapat Membantu Jika Anda Bingung dalam Pembuatan Surat Perjanjian Hutang Piutang

Jika masih bingung atau mengalami kendala terkait perjanjian kerja dengan perusahaan, jangan ragu untuk berdiskusi dengan konsultan hukum yang ahli di bidang ini sesegera mungkin. Anda bisa memanfaatkan layanan hukum Justika, seperti Layanan Konsultasi Chat, Konsultasi via Telepon dan Konsultasi Tatap Muka.

Konsultasi hukum kini lebih mudah dan terjangkau menggunakan layanan Konsultasi Chat dari Justika. Anda hanya perlu ketik permasalahan hukum yang ingin ditanyakan pada kolom chat. Langkah selanjutnya Anda bisa melakukan pembayaran sesuai dengan instruksi yang tersedia. Kemudian  sistem akan segera mencarikan konsultan hukum yang sesuai dengan permasalahan Anda.

Dengan Konsultasi via Telepon, Anda akan mendapatkan kesempatan untuk berbicara dengan Mitra Konsultan Hukum secara mudah dan efektif melalui telepon selama 30 menit atau 60 menit (sesuai pilihan Anda), untuk berdiskusi lebih detail mengenai permasalahan hukum yang dialami.

Sementara melalui Konsultasi Tatap Muka, Anda akan mendapatkan layanan untuk bertemu dan berdiskusi langsung dengan Mitra Advokat Justika selama 2 jam (dapat lebih apabila Mitra Advokat bersedia). Selama pertemuan, Anda dapat bercerita, mengajukan pertanyaan secara lebih bebas dan mendalam, termasuk menunjukan dokumen-dokumen yang relevan.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.