Hak cipta merupakan hak eksklusif yang ada pada sebuah karya ciptaan seseorang, sehingga penggunaannya juga tidak bisa sembarangan dan membutuhkan izin dari yang bersangkutan. Namun masih banyak juga ditemukan pelanggaran hak cipta yang pada dasarnya sudah ada aturan dan sanksi mengenai hal tersebut.

Apa Itu Pelanggaran Hak Cipta?

Pelanggaran hak cipta merupakan tindakan melanggar hak eksklusif dari penciptanya seperti menjual, memperbanyak hingga memamerkan karya yang tidak memiliki izin secara langsung dari pemilik atau penciptanya.

Di Indonesia, pasal pelanggaran hak cipta dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) tepatnya pada bab XVII mengenai ketentuan pidana. Namun selain itu dalam Undang-Undang Hak Cipta dijelaskan mengenai beberapa kegiatan yang tidak termasuk pelanggaran hak cipta. Misalnya digunakan untuk pendidikan, penulisan karya ilmiah, penelitian, laporan, tinjauan, kritik, ceramah dan pertunjukan selama disebutkan sumber lengkap karya tersebut.

Sedangkan untuk penggunaan dalam hal komersial harus mendapatkan persetujuan dari pencipta karya aslinya atau pemegang hak cipta.

Contoh Pelanggaran Hak Cipta

Jika berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta, pelanggaran hak cipta bisa termasuk seseorang yang melanggar hak moral dan/atau hak ekonomi penciptanya serta mendapatkan keuntungan atas penggunaan karya tersebut.

1. Contoh pelanggaran hak cipta dari segi hak moral (Pasal 5 ayat 1 UU Hak Cipta)

  • Mengubah judul dan anak judul ciptaannya
  • Tidak mencantumkan credit atau nama pencipta atau alias nama penciptanya
  • Mengubah ciptaan sesuai kebutuhan masyarakat baik melalui mutilasi, distorsi, modifikasi ciptaan atau hal lainnya yang bisa merugikan kehormatan diri atau reputasi penciptanya.

2. Contoh pelanggaran hak cipta dari segi hak ekonomi (Pasal 9 ayat 1 dan 113 UU Hak Cipta)

  • Melakukan penyewaan atas ciptaan orang lain
  • Komunikasi ciptaan seperti mengunggah rekaman hasil konser di internet
  • Pengumuman ciptaan seperti memutarkan lagu dari aplikasi berbayar secara umum
  • Pertunjukan ciptaan
  • Melakukan aransemen, adaptasi, atau transformasi ciptaan, seperti melakukan cover lagu dan diunggah untuk mendapatkan keuntungan.
  • Menerjemahkan secara tidak resmi dan mengunggahnya untuk mendapatkan keuntungan.
  • Menggandakan ciptaan dalam segala bentuk dan mendistribusikan salinannya untuk memperoleh keuntungan.

Tindakan yang Tidak Termasuk Pelanggaran Hak Cipta

Perlu diketahui bahwa tidak semua penggunaan karya tanpa melalui izin dari penciptanya termasuk dalam pelanggaran hak cipta. Pasal 43 sampai Pasal 51 UU Hak Cipta mengatur beberapa tindakan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta, berikut ini beberapa ketentuan pada pasal-pasal tersebut:

  1. Pengambilan berita aktual secara keseluruhan atau sebagian dari kantor berita, surat kabar, lembaga penyiaran, atau sumber lainnya yang sejenis asalkan menyebutkan sumbernya.
  2. Penyebaran, pengumuman, komunikasi dan/atau penggandaan segala hal yang dilakukan oleh atau atas nama pemerintah, kecuali jika dinyatakan dilindungi oleh aturan perundang-undangan, pernyataan pada ciptaan tersebut atau ketika ciptaan tersebut dilakukan pendistribusian, pengumuman, penggandaan dan/atau komunikasi.
  3. Pendistribusian, pengumuman, komunikasi dan/atau penggandaan lambang dan lagu kebangsaan negara menurut sifat aslinya.
  4. Penggandaan, pendistribusian dan/atau pengumuman potret presiden, wakil presiden, mantan presiden, mantan wakil presiden, pimpinan lembaga negara, pahlawan nasional, pimpinan lembaga pemerintahan nonkementerian dan/atau kepala daerah dengan memperhatikan kewajaran dan martabat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
  5. Penyebarluasan dan pembuatan konten hak cipta melalui media teknologi informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersial dan/atau menguntungkan penciptanya atau pihak terkait, atau pencipta tersebut menyatakan tidak keberatan atas penyebarluasan dan pembuatannya tersebut.

Kasus Pelanggaran Hak Cipta di Indonesia

Sebagai gambaran, berikut adalah beberapa kasus pelanggaran hak cipta yang pernah terjadi di Indonesia:

1. Pembajakan DVD Software di Jakarta

Kasus pelanggaran hak cipta pertama terjadi di Jakarta, tepatnya terjadi kasus pembajakan DVD software yang terjual bebas di Mall Ambasador dan Ratu Plaza. Kasus ini diawali dengan adanya laporan dari BSA (Business Software Association) pada kantor DJKI yang mengetahui bahwa adanya penjualan DVD software bajakan di Mall tersebut.

Kemudian Penyidik PPNS DJKI yang dipimpin oleh IR. Johno Supriyanto, M.Hum dan Salmon Pardede, SH., M.Si melakukan penindakan terhadap penjual DVD bajakan tersebut, dan berhasil menyita sebanyak 10.000 keping DVD bajakan.

2. Pembajak Perangkat Lunak

Kasus pelanggaran hak cipta lain terjadi pada tahun 2012 lalu, situs file sharing terbesar yaitu Megaupload dianggap telah mendukung kegiatan pembajakan. Dalam situs tersebut terdapat banyak sekali perangkat lunak illegal, yang dibagikan secara gratis.

Kasus Megaupload ini tentunya sudah melanggar ketentuan UU tentang Hak Cipta di Indonesia, sehingga pemerintah melakukan pemblokiran terhadap situs tersebut.

Sanksi Pelanggaran Hak Cipta

Hukuman atau sanksi atas pelanggaran hak cipta diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta  yang mana setiap jenis pelanggarannya akan dikenai pasal dan sanksi yang berbeda.

1. Pasal 112 UU Hak Cipta

Dalam Pasal 112 UUHC menyatakan bahwa pelanggaran hak cipta dalam bentuk mengubah, merusak, atau menghilangkan informasi manajemen hak cipta untuk kebutuhan komersial atau yang menguntungkan, bisa dipidana penjara maksimal 2 tahun dan/atau denda maksimal Rp 300 juta.

2. Pasal 113 ayat (4) UU Hak Cipta

Dalam pasal ini dijelaskan bahwa setiap orang yang melakukan pembajakan hak cipta maka akan dipidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp 4 miliar.

3. Pasal 115 UU Hak Cipta

Setiap penggunaan potret tanpa adanya persetujuan dari orang yang dipotret atau ahli warisnya secara komersial untuk kebutuhan periklanan atau reklame dalam media non elektronik atau elektronik, maka dipidana penjara denda maksimal Rp 500 juta.

4. Pasal 119 UU Hak Cipta

Setiap lembaga manajemen kolektif yang tidak memiliki izin operasional dari menteri untuk melakukan kegiatan penarikan royalti maka dapat dipidana dengan penjara maksimal 4 tahun dan/atau denda maksimal Rp 1 miliar.

Pada dasarnya UU Hak Cipta tidak mengatur mengenai sanksi yang bisa didapatkan dari pelanggaran hak moral. Namun berdasarkan Modul Kekayaan Intelektual Tingkat Dasar Bidang Hak Cipta edisi 2020 menyatakan pencipta bisa menuntut seseorang yang dengan sengaja melanggar hak moral ciptanya dalam bentuk ganti rugi. Hal ini juga ditegaskan pada Pasal 98 ayat (1) bahwa pencipta atau ahli waris berhak untuk menggugat setiap orang yang dengan sengaja melanggar hak moral pencipta.

Baca juga:

  1. Pengalihan Hak Cipta Dalam Bentuk Warisan, Bisakah?
  2. Cara Meminta Izin Hak Cipta Lagu di Youtube dengan Benar

Konsultasikan Permasalahan Bisnis Dengan Justika

Saat ini Anda dapat berkonsultasi dengan Mitra Advokat terkait permasalahan bisnis, dimana saja. Dengan menggunakan Layanan Bisnis Justika, Anda dapat berkonsultasi tanpa harus mendatangi Kantor Advokat.

Kenapa Justika? Justika merupakan platform konsultasi hukum terbaik dan terpercaya yang ada di Indonesia, dengan Mitra Advokat yang tergabung memiliki pengalaman lebih dari 5 (Lima) tahun. Khususnya dalam bidang bisnis, maka permasalahan Anda dapat dibantu dan diselesaikan secara profesional.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman Justika.