Pasal pembatalan perjanjian sudah dijelaskan secara jelas dan legal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau KUH Perdata. Aturan ini sebagai pedoman apa bisa seseorang ingin mengakhiri perjanjiannya dengan pihak lain.

Pembatalan perjanjian memang sudah sangat lumrah dalam berbagai bidang. Mulai dari dalam bidang bisnis, hutang piutang, dan banyak lagi. Tapi, Anda tidak boleh begitu saja membatalkan suatu perjanjian.

Sebab, ada hal-hal yang dapat mengakhiri perjanjian dan dibenarkan dalam hukum. Apa lagi jika perjanjian yang dimaksud memiliki kekuatan hum yang tinggi dan sangat mengikat. Tentu semakin sulit dalam mengakhirinya.

Pasal yang mengatur mengenai pembatalan perjanjian di antaranya adalah Pasal 1320, 1266, dan 1267 KUH Perdata. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai pasal pembatalan perjanjian tersebut, simak di bawah ini.

Penjelasan Mengenai Pasal 1320 KUH Perdata

Secara umum pasal ini menjelaskan mengenai persyaratan sahnya suatu perjanjian. Suatu perjanjian bisa dibatalkan atau berakhir apa bila ada salah satu atau seluruh persyaratannya tidak terpenuhi.

Syarat sah dalam salah satu pasal pembatalan perjanjian ini secara yuridis dibagi menjadi empat kelompok yaitu objektif, subjektif, umum, dan khusus. Berikut ini adalah rinciannya:

  1. Syarat sah perjanjian secara objektif terdiri dari adanya objek atau kepentingan tertentu dan penyebab halal yang membolehkan perjanjian tersebut.
  2. Syarat sah perjanjian secara subjektif yaitu adanya kesepakatan yang dikehendaki semua pihak dan adanya wewenang untuk berbuat.
  3. Syarat sah secara umum dalam pasal ini adalah adanya maksud baik, tidak boleh melanggar hukum, harus didasari atas kepatutan, dan tidak mengganggu kepentingan umum.
  4. Sedangkan untuk syarat sah khusus yaitu adanya syarat tertulis, akta notaris, dan izin dari pejabat tertentu.

Oleh sebab itu, Anda harus teliti dalam membaca suatu perjanjian. Jika tidak memenuhi persyaratan, maka masuk ke dalam kategori perjanjian yang dapat dibatalkan. Jika hal tersebut terjadi, maka bisa saja merugikan untuk Anda.

Khususnya jika dalam perjanjian terdapat hal yang melanggar hukum. Sebisa mungkin hindari perjanjian yang memiliki substansi melanggar hukum. Tapi, apa bila semua persyaratan semuanya terpenuhi, Anda harus menjalaninya.

Pasal Pembatalan Perjanjian 1266 KUH Perdata

Dalam pasal ini, terdapat beberapa alasan suatu perjanjian dapat dibatalkan. Di antaranya adalah salah satu pihak tidak mematuhi kewajibannya yang sudah tertulis dalam perjanjian.

Sehingga, ada pihak yang memang dirugikan dalam hal ini. Selain itu jika salah satu pihak melakukan penyebab batal yang sebelumnya sudah tercantum dalam perjanjian, maka pasal-pasal ini berlaku.

Biasanya dalam suatu lembar perjanjian dimuat beberapa bagian, seperti kewajiban untuk masing-masing pihak, apa saja yang akan diperoleh, hingga penyebab batalnya perjanjian.

Bahkan, di Pasal 1266 KUH Perdata ini pembatalan perjanjian harus diminta dalam pengadilan. Hal ini berlaku untuk perjanjian yang mencantumkan syarat batal atau tidak mencantumkannya.

Berdasarkan pasal pembatalan perjanjian ini, jika tidak dicantumkan syarat pembatalan, maka hakim yang akan menentukan berdasarkan kondisi. Hakim juga akan mempertimbangkan keadaan.

Tergugat juga biasanya diberikan waktu untuk memenuhi kewajiban yang dilanggar. Tapi, batas waktunya tidak boleh lebih dari sebulan. Karena proses pembatalan perjanjiannya rumit dalam pasal ini, maka beberapa perjanjian mengesampingkannya.

Artinya, mereka tidak akan menggunakan pasal pembatalan perjanjian ini. Tujuannya adalah agar penyelesaiannya tidak perlu melalui pengadilan dan proses yang panjang. Cukup dari kesepakatan kedua belah pihak.

Penjelasan Pasal 1267 KUH Perdata

Sama seperti pada pasal sebelumnya, pembatalan perjanjian dalam pasal ini juga dikarenakan salah satu pihak tidak mampu memenuhi kewajibannya. Tapi, penyelesaian dalam pasal ini berbeda.

Sebab pada pasal pembatalan perjanjian ini, pihak yang tidak dipenuhi kewajibannya dapat memaksa pihak lain untuk memenuhi persetujuan. Jika cara ini berhasil, maka cukup sampai tahap ini.

Tapi jika tidak berhasil, maka pihak tersebut dapat menuntut ke pengadilan atas pembatalan tersebut. Dengan semua denda, kerugian, dan bunga dibebankan kepada pihak yang tidak memenuhi kewajibannya.

Artinya adalah pihak yang kewajibannya tidak terpenuhi dapat melakukan langkah hukum jika perjanjian dibatalkan sepihak. Tapi, sama seperti pada pasal 1266 KUH Perdata, pasal ini juga sering dikesampingkan.

Sebab, risikonya terlalu tinggi bagi kedua belah pihak. Terutama yang terjadi antara perusahaan dan pekerjanya. Jika suatu waktu perusahaan melanggar kewajibannya, bisa dituntut masal oleh pekerjanya.

Atau pada kasus perjanjian lain. Sehingga, lebih baik diselesaikan oleh kedua belah pihak yang saling bersangkutan. Kecuali, pada perjanjian dengan nilai hukum tinggi.

Pembatalan perjanjian memang bukan hal yang dilarang selama memenuhi persyaratan yang berlaku. Bahkan sudah terdapat jaminan hukum dalam pasal pembatalan perjanjian di atas.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.