Sanksi pelaku gratifikasi - Gratifikasi merupakan istilah yang sering muncul dalam sebuah kasus korupsi atau suap, sudah banyak kasus gratifikasi yang diduga melanggar atau bertentangan dengan hukum yang dilakukan oleh para pelaku gratifikasi ini di Indonesia.

Gratifikasi dilakukan sebagai salah satu cara untuk mencapai tujuan tertentu agar lebih mudah. Namun perlu Anda ketahui bahwa tidak semua gratifikasi bertentangan dengan hukum, tetapi pada umumnya gratifikasi yang dilakukan di Indonesia selalu bertentangan dengan hukum seperti kasus korupsi dan suap. Bagaimana sanksi pelaku gratifikasi ini? Berikut penjelasannya.

Apa itu Gratifikasi?

Berdasarkan pengertian dari KBBI gratifikasi diartikan sebagai pemberian yang diberikan atas dasar layanan atau manfaat yang diperoleh, definisi serupa juga ditulis dalam situs resmi KPK. Berdasarkan yang ditulis dalam laman resmi KPK penjelasan mengenai pemberian dalam gratifikasi memiliki arti yang luas, pemberian tersebut dapat meliputi, uang, diskon, pinjaman tanpa bunga, komisi, tiket perjalanan, perjalanan wisata, fasilitas penginapan dan fasilitas lainnya.

Sesuai dengan yang disebutkan sebelumnya bahwa tidak semua tindak gratifikasi bertentangan dengan hukum, namun gratifikasi dapat menjadi masalah hukum jika seorang pejabat Negara menerima hadiah dalam suatu acara pribadi dan pemberian hadiah tersebut tidak wajar.

Kenapa hal ini dilarang? Jika tindakan gratifikasi dibiarkan secara terus-menerus dan dibiarkan tanpa adanya sanksi pelaku gratifikasi, dikhawatirkan akan merubah dan mengganggu kinerja pejabat Negara dalam melaksanakan tugasnya.

Perbedaan Gratifikasi dan Suap

Berdasarkan Pasal 12B Ayat 1 UU No.20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tipikor, gratifikasi dapat dikatakan sebagai suap dan diberikan sanksi pelaku gratifikasi jika dilakukan menyangkut kepada pegawai negeri atau pejabat Negara yang menerima gratifikasi tersebut dan berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas serta kewajibannya.

Informasi yang perlu Anda ketahui terkait gratifikasi akan dianggap sebagai kasus suap dan terdapat sanksi pelaku gratifikasi, jika hal tersebut dilakukan seperti berikut:

1. Gratifikasi untuk Pegawai Negara yang Melanggar Kode Etik

Gratifikasi yang dilakukan dan dianggap sebagai kasus suap jika dilakukan dan diberikan kepada pejabat negara dan dianggap sudah melanggar kode etik, untuk tujuan mempercepat proses pelayanan.

2. Gratifikasi Berlawanan Dengan Hukum

Selanjutnya sanksi pelaku gratifikasi dapat diberikan jika terindikasi adanya tujuan yang bertentangan dengan hukum, dan menyangkut kewajiban dan tugas dari pejabat dan pegawai Negara.

Sanksi Pelaku Gratifikasi

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 5 jo. Pasal 12 huruf a dan huruf b UU No.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), sanksi pelaku suap dan sanksi penerima gratifikasi kasus suap dapat diancam dengan hukuman pidana.

Berikut kami rangkum Undang-Undang yang menjelaskan terkait sanksi pelaku gratifikasi:

  • Pasal 5 UU Tipikor

Jika terbukti melakukan tindakan gratifikasi yang bertentangan dengan hukum meliputi:

  1. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau pejabat negara dengan maksud dan tujuan untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan tugas dan kewajibannya; atau
  2. Memberi sesuatu kepada pejabat negara atau pegawai negeri karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
  3. Untuk setiap pegawai negeri atau pejabat negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana yang dimaksud diatas maka pelaku dapat diancam dengan pidana penjara minimal 1 (satu) tahun dan maksimal 5 (lima) tahun dan/atau denda minimal Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan maksimal Rp. 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
  • Pasal 12 UU Tipikor

Sanksi pelaku gratifikasi akan diancam pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara minimal 4 (empat) tahun dan maksimal 20 (dua puluh) tahun dan/atau denda minimal Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan maksimal Rp.1.000.000.000. (satu milyar rupiah) jika pelaku gratifikasi melakukan:

  1. Penyelenggara negara atau pegawai negeri menerima hadiah atau janji, padahal mereka mengetahui bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk tujuan agar melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan tugas dan kewajibannya; atau
  2. Penyelenggara negara atau pegawai negeri menerima hadiah atau janji, serta mengetahui bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan tugas dan kewajibannya.

Sanksi pelaku gratifikasi dapat dihindarkan oleh penerima gratifikasi, yang dimaksud disini yaitu pegawai negeri atau pejabat negara. Jika penerima tersebut melaporkan adanya pemberian gratifikasi yang terindikasi adanya kasus suap kepada KPK, pelaporan harus dilakukan 30 hari setelah tanggal diterima gratifikasi tersebut.

Maka dari itu agar terhindar dari sanksi jika tidak melaporkan gratifikasi, penting sekali untuk mengetahui cara melaporkan tindakan gratifikasi. Karena penerima dan pemberi gratifikasi dapat dikenakan sanksi, sebagai sanksi pelaku gratifikasi.

Ketahuilah Hukum Gratifikasi, Dengan Berkonsultasi Kepada Justika

Anda bisa mengkonsultasikan perihal sanksi pelaku gratifikasi dengan mitra advokat andal dan profesional Justika. Anda bisa memanfaatkan layanan hukum Justika lainnya, seperti Layanan Konsultasi Chat, Konsultasi via Telepon dan Konsultasi Tatap Muka.

Lawyer yang bergabung di Justika merupakan lawyer pilihan yang melalui proses rekrutmen yang cukup ketat dengan pengalaman paling sedikit, yaitu 5 tahun berkarir sebagai advokat.

Kini, Konsultasi Chat dengan advokat berpengalaman hanya mulai dari Rp. 30.000 saja. Dengan harga tersebut Anda sudah bisa mendapatkan solusi permasalahan hukum Anda dengan cara menceritakan permasalahan yang dihadapi melalui kolom chat. Nantinya sistem akan mencari advokat guna membantu menyelesaikan permasalahan Anda.

Untuk permasalahan yang membutuhkan solusi lebih lanjut, Anda bisa memanfaatkan layanan Konsultasi via Telepon mulai dari Rp. 350.000 selama 30 menit atau Rp. 560.000 selama 60 menit.

Sementara melalui Konsultasi Tatap Muka, dapat dilakukan ketika Anda benar-benar membutuhkan saran secara langsung dari advokat terpercaya untuk kasus yang lebih rumit. Hanya dengan Rp. 2.200.000 saja, Anda sudah bisa bertemu secara langsung selama 2 jam untuk bertanya lebih dalam hingga menunjukkan dokumen-dokumen yang relevan untuk membantu permasalahan Anda.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.