Sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) merupakan salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan jaminan mutu, efisiensi produksi, daya saing nasional, persaingan usaha yang sehat dan transparan dalam perdagangan, kepastian usaha, dan kemampuan pelaku usaha, serta kemampuan inovasi teknologi, meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya, serta negara, baik dari aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup serta meningkatkan kepastian, kelancaran, dan efisiensi transaksi perdagangan Barang dan/atau Jasa di dalam negeri dan luar negeri.

Oleh karenanya, pemerintah juga mengatur mengenai sanksi hukum memperdagangkan barang tidak sesuai SNI seperti yang akan dibahas dalam artikel ini.

Dasar Hukum Sertifikasi SNI

1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian

UU 20/2014 mengatur materi pokok yang meliputi kelembagaan, standardisasi, penilaian kesesuaian, kerja sama, peran serta masyarakat, pembinaan, pengawasan, serta sistem informasi standardisasi dan penilaian kesesuaian.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2018 tentang Sistem Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian Nasional (PP 34/2018)

PP 34/2018 pada dasarnya mengatur lebih lanjut mengenai standardisasi dan penilaian kesesuaian sebagai amanat dari UU 20/2014.

Aturan Penerapan SNI di Indonesia

Secara umum SNI adalah sukarela sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 21 ayat (1) UU 20/2014 yang dapat diajukan oleh pelaku usaha, lembaga pemerintah nonkementerian, kementerian dan/atau pemerintah daerah. Meski begitu, adanya label SNI tentu menjadi nilai tambah bagi suatu produk atau jasa maupun peningkatan kualitas produk.

Akan tetapi jika berhubungan dengan keselamatan, keamanan, kesehatan atau pelestarian fungsi lingkungan hidup, kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang berwenang akan menetapkan atau memberlakukan sertifikasi SNI tersebut wajib.

Jika ada penegasan wajib mendapatkan SNI, maka tentu ada sanksi tegas apabila tidak melakukan sertifikasi SNI. Selain itu ada sanksi lain yang berkaitan dengan SNI, misalnya pemalsuan SNI, membuat standar baru yang tidak sesuai standar, dan lain sebagainya. Sanksi Tegas Atas Pelanggaran Regulasi SNI Sesuai Undang Undang

Pemerintah mengatur sanksi tegas untuk setiap pelaku yang melanggar ketentuan dalam UU 20/2004 yang menyalahgunakan aturan mengenai SNI dengan ancaman penjara atau denda. Berdasarkan UU 20/2004 sanksi pidana diatur dalam Pasal 62 sampai 73 yaitu seperti:

1. Pasal 62

Pasal ini menjelaskan bahwa barang siapa yang memalsukan SNI atau membuat SNI palsu, maka akan dikenai hukuman penjara maksimal 7 tahun atau denda paling banyak Rp 50 Miliar.

2. Pasal 63

Barang siapa yang memperjualbelikan, memperbanyak, atau menyebarkan SNI tanpa adanya persetujuan BSN maka akan dipidana dengan hukuman penjara maksimal 4 bulan atau denda maksimal Rp 4 Miliar.

3. Pasal 64

Setiap orang yang dengan sengaja membubuhkan tanda SNI dan/atau tanda kesesuaian pada barang dan/atau kemasan atau label di luar ketentuan yang sudah ditetapkan dalam sertifikat atau menambahkan nomor SNI yang berbeda dengan nomor SNI asli pada sertifikatnya, maka bisa dikenai hukuman pidana penjara maksimal 4 bulan atau denda maksimal Rp 4 Miliar.

4. Pasal 65 dan 66

Setiap orang yang tidak mempunyai sertifikat atau memiliki sertifikat namun masa berlakunya sudah habis, dicabut, atau dibekukan sementara yang dengan sengaja mengedarkan atau memperdagangkan barang, memberikan jasa dan/atau menjalankan proses atau sistem akan dikenakan pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp 35 Miliar.

5. Pasal 67

Barang siapa yang mengimpor barang yang dengan sengaja memperdagangkan atau mengedarkan barang yang tidak sesuai SNI atau penomoran SNI maka bisa dipidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp 35 Miliar.

6. Pasal 68

Selanjutnya sanksi hukum untuk setiap orang yang tanpa hak menambahkan atau menggunakan tanda SNI dan/atau tanda kesesuaian, maka bisa dipidana maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp 35 Miliar.

7. Pasal 69

Barang siapa yang memalsukan tanda SNI dan/atau tanda kesesuaian atau membuat tanda SNI dan/atau tanda kesesuaian palsu maka bisa dipidana penjara maksimal 7 tahun atau denda maksimal Rp 50 Miliar.

8. Pasal 70

Setiap orang yang sengaja: menerbitkan sertifikat berlogo KAN, menerbitkan sertifikat pada pemohon sertifikat yang tidak sesuai dengan SNI, menerbitkan sertifikat di luar ruang lingkup akreditasi maka bisa dikenai pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp 35 Miliar.

9. Pasal 71

Setiap orang yang memalsukan sertifikat akreditasi atau membuat sertifikat akreditasi yang palsu maka bisa dikenai pidana penjara maksimal 7 tahun atau denda maksimal Rp 50 Miliar.

10. Pasal 72

Pelaku yang melakukan tindakan pidana bisa dikenai tambahan pidana seperti kewajiban melakukan penarikan barang yang telah beredar, kewajiban mengumumkan jika barang yang beredar tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini, dan/atau perampasan atau penyitaan barang dan bisa dimusnahkan.

11. Pasal 73

Bentuk pidana denda yang bisa diberikan pada korporasi, akan diberlakukan dengan ketentuan pemberatan 3 kali dari pidana denda pribadi dan diberikan tambahan pidana lagi dalam bentuk, pencabutan izin usaha, dan/atau pencabutan status badan hukum.

Baca juga: Cara Mengurus dan Mendapatkan Label SNI Hingga Syaratnya

Konsultasikan Permasalahan Bisnis Dengan Justika

Saat ini Anda dapat berkonsultasi dengan Mitra Advokat terkait permasalahan bisnis, dimana saja. Dengan menggunakan Layanan Bisnis Justika, Anda dapat berkonsultasi tanpa harus mendatangi Kantor Advokat.

Kenapa Justika? Justika merupakan platform konsultasi hukum terbaik dan terpercaya yang ada di Indonesia, dengan Mitra Advokat yang tergabung memiliki pengalaman lebih dari 5 (Lima) tahun. Khususnya dalam bidang bisnis, maka permasalahan Anda dapat dibantu dan diselesaikan secara profesional.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman Justika.