Pada suatu kondisi pasti Anda membutuhkan pencabutan surat kuasa dengan alasan tertentu. Namun pada prakteknya masih banyak orang merasa ragu apakah tindakan seperti ini sah dimata hukum.

Apalagi ketika perjanjian yang dibuat sifatnya mutlak sehingga akan terkesan ambigu secara logika. Oleh karena itu kami akan membedah secara rinci bagaimana sistem seperti ini dapat dilakukan.

Apakah tindakan pencabutan surat kuasa boleh dilakukan oleh pembuat perjanjian atau tidak. Karena memang kasus seperti ini sangat banyak terjadi di Indonesia dan rata-rata orang belum paham hak dan kewajibannya.

Apabila tidak memahami sistem secara seksama tentu saja ini akan memberikan dampak yang cukup berbahaya. Terutama pada konteks perjanjian mutlak yang pada dasarnya perlu acuan tersendiri.

Apa Itu Surat Pencabutan Kuasa

Apabila ditafsirkan secara etimologi artinya surat pencabutan kuasa adalah sebuah surat yang digunakan untuk menganulir kekuatan diberikan. Ini tentu saja sifatnya bisa universal mulai dari wasiat sampai perjanjian bisnis.

Dari kacamata hukum sendiri surat pencabutan kuasa artinya menghilangkan kewenangan dari seseorang yang datang dari adanya perjanjian tertentu. Jadi ini hampir sama namun konteksnya sedikit berbeda.

Pada saat seseorang diberikan sebuah kekuasaan karena adanya perjanjian maka ada batasan yang perlu dipahami. Karena pada dasarnya tidak ada perjanjian sifatnya mutlak dalam bentuk apapun.

Oleh karena itu dalam burgerlijk wetboek sendiri ada aturan misalnya hak tanggungan yang diatur kembali dalam SKMHT. Mengapa pencabutan surat kuasa bisa terjadi karena untuk membatasi adanya istilah mutlak disematkan.

Disini kita bisa sedikit memahami bahwa kekuasaan yang diberikan atas dasar perjanjian apapun bentuknya selalu bisa dianulir. Oleh karena itu pihak pemberi artinya memiliki hak prerogatif untuk mencabut kembali.

Misalnya ketika ternyata pelaksana melakukan eksploitasi terhadap wewenang yang diberikan. Ini tentu saja harus ada tindakan lanjutan agar eksploitasi tersebut tidak terus terjadi.

Sebagai salah satu acuan kita bisa melihat bagaimana implementasi yang terjadi di lapangan. Misalnya pemberi wewenang sudah meninggal bagaimana dengan perjanjian pencabutan surat kuasa telah tertulis tadi.

Tentu akan ada pihak lain yang bisa melakukan pencabutan karena konteks kesepakatan sudah berakhir. Jadi ini memang cukup pelik ketika tidak kita pahami secara mendalam dari kacamata hukum.

Bisakah Surat Kuasa Dicabut?

Tentu saja bisa karena itu adalah hak prerogatif dari pemberi wewenang terhadap pihak diamanahkan. Namun ketika ada kasus misalnya pemberi wewenang meninggal, bagaimana dengan perjanjian tersebut.

Ini bisa terjadi misalnya Anda sebagai pemilik perusahaan memberikan wewenang pada orang lain sebagai pelaksana harian. Lalu tiba-tiba Anda kecelakaan dan harus pergi dari dunia ini selamanya.

Bagaimana dengan kesepakatan yang sudah dibuat secara tertulis lagi, apakah masih memiliki kekuatan atau tidak. Tentu saja pencabutan surat kuasa harus kita lihat dari berbagai sudut pandang misalnya bisnis.

Apakah dari jajaran tinggi perusahaan tersebut ada yang derajatnya setara atau tidak. Apabila ada maka perlu dilakukan mediasi bersama untuk melakukan kesepakatan ulang secara tertulis.

Apakah nantinya akan tetap dicabut atau dilakukan pembaruan sesuai dengan kebutuhan konteks. Kita perlu lihat juga apakah urgensi dari pencabutan surat kuasa yang diberikan dari pihak pertama sebelumnya.

Jadi memang cukup kompleks jika ini menyangkut urusan lebih banyak seperti dalam perusahaan. Lalu bagaimana jika ini terjadi dalam konteks hak tanggungan misalnya harta tertanggung.

Misalnya Anda menyerahkan hak kelola warisan kepada seseorang sudah dipercaya. Lalu kemudian Anda meninggal bagaimana sifat dari perjanjian tertulis yang sudah dibuat tadi apakah tetap berlaku atau tidak.

Secara yuridis ini tidak berlaku lagi karena pemberi kekuasaan posisinya sudah tidak berkuasa lagi atas dirinya sendiri. Jadi perlu adanya pencabutan surat kuasa baik itu dari keluarga atau pihak lain yang dipercaya.

Adanya pembaruan seperti ini tentu memiliki tujuan baik agar tidak ada sengketa hukum atas hak tertanggung tersebut. Karena di Indonesia hal seperti ini sering terjadi dan rata-rata merugikan keluarga pemberi wewenang.

Bisakah Surat Kuasa Dicabut Secara Sepihak oleh Pemberi Kuasa

Sekali lagi tentu saja bisa karena pencabutan terhadap wewenang adalah hak prerogatif dari pemberinya. Jadi pihak yang diberikan kekuasaan tadi tidak boleh protes apabila ada pencabutan secara sepihak.

Hak seperti ini sudah diatur pada beberapa pasal burgerlijk wetboek sehingga dapat dijadikan sebagai acuan. Artinya hukum negara sendiri sudah mengatur dan melindungi adanya kesepakatan pencabutan surat kuasa.

Segala perjanjian apapun bentuknya tidak akan pernah bersifat mutlak dan selalu memiliki batasan logis. Apabila memang dicabut yang sudah begitu saja, pemegang wewenang seperti apapun bentuknya harus mematuhinya.

Meskipun dalam sebuah perjanjian tertulis misalnya ada tendensi kemutlakan dan kekuasaan lebih. Tetap saja pada akhirnya dalam kondisi tertentu pihak pemberi kuasa atau yang paling dekat bisa melakukan pencabutan.

Sebagai salah satu contoh Anda diberikan kekuasaan atas sebidang tanah seluas 100 hektar untuk bebas dikelola. Dengan salah satu persyaratan dimana dua persen dari profit tersebut akan digunakan sebagai dana hibah sosial.

Kesepakatan tersebut memiliki durasi selama dua puluh tahun, namun ternyata pada tahun kelima ada masalah pencabutan surat kuasa. Dimana pemberi wewenang tadi terlilit hutang dan perlu menjual tanah tersebut.

Tentu saja pemberi wewenang bisa langsung mencabut secara sepihak karena membutuhkan sepetak tanah tadi sebagai jaminan hak tanggungan. Ini bisa, boleh, dan legal dilakukan dimata hukum negara republik Indonesia.

Apabila konteksnya seperti itu maka pencabutan secara sepihak tentu salah satu opsi paling aman dari pemilik tanah. Karena memang ada hak tanggungan yang perlu dibayarkan dan diprioritaskan terlebih dahulu.

Namun bagaimana ketika ternyata tanah tersebut digunakan perjanjian lain untuk kepentingan pengelola. Tentu pencabutan surat kuasa akan langsung dinulifikasi dan kembali lagi menjadi hak pemilik awal.

Disini akan lebih kompleks artinya Anda sebagai pengelola tanah tadi harus mengingkari perjanjian dengan pihak ketiga. Jadi secara otomatis Anda harus melakukan ganti rugi karena kontrak jangka panjang dengan pihak ketiga tidak terlaksana.

Dasar Hukum Pencabutan Surat Kuasa

Ada dasar hukum yang bisa digunakan dalam pencabutan atau nulifikasi kuasa dititipkan yaitu pasal 1797, dan 1813-1816 pada burgerlijk wetboek (KUH Perdata). Jadi memang ada landasan dapat digunakan sebagai acuan.

Misalnya tentang batasan yang terdapat pada pasal 1797 secara spesifik menganulir adanya sifat kemutlakan. Seseorang misalnya diberikan kuasa atas sesuatu bukan miliknya tetap memiliki batasan.

Jadi pelaksana kekuasaan tersebut pada akhirnya tetap harus tunduk pada pemilik sah dari kekuasaan. Misalnya Anda adalah seorang buruh tani yang mendapatkan kuasa dengan tendensi penuh atas kelola tanah.

Meskipun memiliki tendensi pengelolaan penuh atau mutlak namun akhirnya tetap harus tunduk pada pemilik tanah sah. Ini adalah contoh paling sederhana dan sering kita temui di masyarakat pedesaan.

Kemudian untuk pengangkatan jabatan tertentu misalnya ada aturannya yaitu pasal 1816. Dimana jabatan dapat langsung ditarik secara sepihak apabila pemberi jabatan tersebut menghendaki pencabutan surat kuasa.

Memang hal seperti ini terkesan cukup sepihak namun landasannya adalah logika dimana kemutlakan perjanjian itu nihil. Jadi kita harus kembali lagi dalam kaidah logis dan filosofis akan sebuah kesepakatan tertentu.

Jadi pihak yang hendak melakukan pencabutan bisa saja melakukannya sewaktu-waktu jika dirasa membutuhkan. Aspek seperti ini sudah ada landasan hukumnya seperti disebutkan pada awal segmen.

Bagaimana ketika posisi pencabutan ini merugikan pihak yang diberikan kuasa misalnya kemudian adanya hak tanggungan. Ini akan lebih kompleks lagi dan biasanya terjadi pada kontrak jangka panjang.

Sebagai contoh pencabutan surat kuasa Anda diberikan kuasa sebidang tanah untuk dikelola selama dua puluh tahun. Tanah tersebut kemudian Anda sewakan lagi karena memang tidak ada perjanjian melarangnya.

Namun pada tahun keempat misalnya pemilik asli hendak menarik tanah tersebut. Secara otomatis Anda akan rugi karena memiliki hak tanggungan kepada pihak yang menyewa tanah tadi.

Disini Anda berada pada posisi sulit karena secara hukum harus mengembalikan tanah tersebut. Kemudian harus juga mengembalikan uang sewa sisa durasi kepada pihak ketiga yang meminjamnya.

Prosedur Pencabutan Surat Kuasa

Ada dua konteks yang perlu dipahami yaitu formal dan non formal dalam kategori pembuatan sebuah wewenang. Untuk formal misalnya pemberian kuasa hukum kepada seseorang dipercaya.

Konteks non formal biasanya berkaitan dengan hak penggunaan sesuatu yang diberikan pada pihak tertentu. Keduanya harus dilakukan secara berbeda oleh karena itu kami akan jelaskan secara pencabutan surat kuasa detail.

Formal

Misalnya Anda masih dalam tahap persidangan dan hendak melakukan penggantian kuasa hukum. Maka dibutuhkan prosedur tertentu yaitu pengajuan surat permohonan pencabutan kuasa hukum kepada hakim.

Ini wajib dibuat terlebih dahulu sebelum Anda bisa melakukan penggantian begitu saja. Jadi memang ada prosedur tertentu yang perlu dilakukan agar ini legal dimata hukum negara.

Non formal

Jika berbicara urusan non formal maka justru akan lebih kompleks karena berkaitan dengan banyak birokrasi. Misalnya mencabut kekuasaan atas penggunaan tanah saja seperti pencabutan surat kuasa.

Jadi ini akan memberikan konteks secara lengkap pada siapa saja bersangkutan dengan urusan tadi. Namun ada kemudahan dari sistem non formal ini dimana birokrasinya lebih sederhana.

Misalnya seperti kasus nulifikasi hak operasional tanah bisa langsung dilakukan hari itu juga. Pihak pengelola juga harus mematuhi kesepakatan tersebut tanpa memiliki hak banding.

Dengan mengetahui dua jenis prosedur tersebut tentu Anda akan lebih mengetahui seperti apa sebenarnya pada praktiknya. Jadi nanti tidak ada kecanggungan lagi ketika hendak melakukan penarikan kekuasaan.

Sanksi Hukum Penerima Kuasa yang Menyalahgunakan Kuasa yang Diberikan

Dari kata penyalahgunaan kuasa sendiri dapat ditafsirkan secara luas sehingga kita harus melihat konteks secara keseluruhan. Bagaimana bentuk penyalahgunaan tersebut apakah masuk ranah pidana atau perdata.

Tentu saja secara umum sanksi hukum yang menjerat tergantung pada bentuk pelanggaran dilakukan. Tidak ada pasal tertentu mengatur seperti apa hukuman akan diturunkan pada penyalahgunaan kekuasaan.

Jika dilihat secara umum sebenarnya penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan penerima kuasa tidak bisa kita minta pertanggung jawaban pencabutan surat kuasa. Namun tetap harus melihat konteks seperti apa wewenang diberikan pada pihak tertentu.

Sekarang di Indonesia pada umumnya pemberian wewenang artinya pembebanan perintah sehingga penerima memiliki kewajiban tertentu. Padahal secara etimologis kuasa artinya hanya sebagai perwakilan saja.

Apabila melihat praktik umum dilakukan sekarang maka ada pasal perdata yang dapat dijadikan landasan hukum yaitu 1339. Jadi tanggung jawab moral dan hukum akan jatuh pada penerima wewenang dari perjanjian tersebut.

Konteks seperti ini perlu kita pahami karena belum tentu juga wewenang adalah beban kewajiban. Bisa saja hanya sekedar perwakilan dan tidak memiliki kekuatan atas apa wewenangnya.

Namun ada pengecualian juga apabila pada perjanjian sudah disebutkan bagaimana risiko ketika pelanggaran terjadi. Jika hal tersebut ada maka sanksi akan merujuk kembali sesuai dengan adanya kesepakatan pencabutan surat kuasa.

Misalnya jika dalam kesepakatan tertulis risiko dari penyalahgunaan adalah pencopotan jabatan. Maka referensi sanksi yang dikenakan tentu saja kembali lagi pada bagaimana perjanjian tersebut dibuat.

Ini memang cukup kompleks apabila kita lihat secara lebih luas, karena pada dasarnya memang tergantung bagaimana konteksnya. Tidak boleh kita hanya memandang satu kasus dari satu sudut pandang saja.

Cara Membuat Surat Pencabutan Kuasa

Cara pembuatan surat pencabutan wewenang sendiri tidak terlalu sulit sebenarnya. Kita hanya perlu memperhatikan beberapa konteks penting seperti berikut ini agar jelas maksud dari datangnya surat.

1. Identitas

Ini harus jelas baik dari pembuat maupun penerima surat sehingga tidak terjadi salah paham. Pembuatan identitas harus jelas mulai dari nama, alamat, jabatan sehingga memudahkan semua pihak pencabutan surat kuasa.

Kemudian identitas juga dapat dilengkapi dengan kop atau nomor surat apabila pembuatnya adalah instansi. Jadi secara administratif ini pelacakannya juga akan relatif mudah.

2. Perihal

Perihal pencabutan ini juga harus dijelaskan secara spesifik dalam surat tersebut. Jadi jangan sampai terdapat ambiguitas dalam surat yang akan membuat pihak tertentu gagal memahami pencabutan surat kuasa.

Dalam pembuatan perihal sendiri biasanya ada beberapa kalimat sakti dijadikan sebagai template. Misalnya datangnya surat ini akan otomatis mengakhiri perjanjian dan sebagainya.

3. Pencantuman klausa

Ini tidak harus ada namun dalam kondisi tertentu akan kita butuhkan misalnya ketika ada pergantian pemegang kekuasaan. Jadi antara pemegang wewenang lama dan baru tidak ada salah paham.

Adanya pencantuman klausa pencabutan surat kuasa akan menjadi penting apabila perjanjian memang sifatnya plural. Jadi ada berbagai pihak yang mendapatkan limpahan dari beban tersebut secara bersama.

Tiga hal tersebut adalah aspek penting yang perlu kita perhatikan dalam proses pembuatan. Pada segmen selanjutnya akan kami berikan contoh sehingga Anda dapat melakukan implementasi secara optimal.

Contoh Surat Pencabutan Kuasa

Berikut ini akan kami berikan salah satu surat pencabutan wewenang atas penggunaan tanah.

Contoh Surat Pencabutan Kuasa
Download PDF Download DOC

Dengan datangnya pencabutan surat kuasa ini maka wewenang kelola tanah yang diberikan pada saudara badrodin muhammad secara resmi dihentikan.

Surat kuasa kelola tanah yang diberikan pada saudara Badrodin Muhammad juga secara resmi tidak berlaku lagi.

Ini mengakhiri kerjasama kelola tanah antara Ramadhan Ali Abidin dan Badrodin Muhammad.

Surat pencabutan wewenang kelola tanah ini dibuat oleh ramadan ali abidin secara sadar dan tanpa paksaan untuk digunakan secara bertanggung jawab.

Ini adalah bentuk paling sederhana dari sebuah klausa pencabutan wewenang hak atas penggunaan tanah. Template seperti itu juga dapat disesuaikan lagi dengan tujuan lainnya sehingga relatif fleksibel.

Apabila Anda sudah mengetahui berbagai aspek mengenai pemberian wewenang tentu hak dan kewajiban sudah dipahami. Jadi pencabutan surat kuasa dapat dilakukan secara legal apabila membutuhkannya.

Konsultasikan Permasalahan Bisnis Dengan Justika

Saat ini Anda dapat berkonsultasi dengan Mitra Advokat terkait permasalahan bisnis, dimana saja. Dengan menggunakan Layanan Bisnis Justika, Anda dapat berkonsultasi tanpa harus mendatangi Kantor Advokat.

Kenapa Justika? Justika merupakan platform konsultasi hukum terbaik dan terpercaya yang ada di Indonesia, dengan Mitra Advokat yang tergabung memiliki pengalaman lebih dari 5 (Lima) tahun. Khususnya dalam bidang bisnis, maka permasalahan Anda dapat dibantu dan diselesaikan secara profesional.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.