Wanprestasi merupakan salah satu risiko wajib yang akan dihadapi oleh pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian, terutama jika perjanjian tersebut melibatkan uang. Wanprestasi dapat terjadi kepada siapapun, sehingga sebelum melakukan dan menyetujui kesepakatan diatas materai perlu diketahui hal hal yang menyebabkan wanprestasi.

Apa itu Wanprestasi?

Wanprestasi adalah tidak dipenuhinya kewajiban menurut perjanjian atau yang akrab dikenal dengan istilah ingkar janji. Tidak terlaksananya kewajiban atau melakukan sesuatu yang dilarang oleh perjanjian dapat merugikan salah satu pihak. Oleh karena itu pihak yang merasa dirugikan berhak menuntut ganti rugi agar tak ada pihak dirugikan karena wanprestasi.

Menurut Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang membuat membuat kerugian untuk mengganti kerugian tersebut.

Maka dari itu langkah yang perlu dilakukan pada gugatan wanprestasi, penggugat cukup menunjukkan adanya wanprestasi atau adanya perjanjian yang dilanggar. Sementara, bila tergugat dinyatakan melakukan wanprestasi maka ia perlu membuktikan ada atau tidaknya wanprestasi.

Dasar Hukum Wanprestasi

Dasar hukum wanprestasi tertuang dalam Pasal 1238 KUHPerdata, dimana dalam Pasal tersebut disebutkan bahwa debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan" Terdapat pasal-pasal yang mengatur tentang wanprestasi diantaranya:

1. Pasal 1233 KUHPerdata

Dalam pasal ini menjelaskan terkait perikatan dalam sebuah perjanjian, perikatan ini berdasarkan dua ketentuan yaitu yang lahir dari persetujuan atau perjanjian dan perikatan yang lahir dari undang-undang. Berikut bunyi Pasalnya:

Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan baik karena undang-undang.

2. Pasal 1234 KUHPerdata

Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu

3. Pasal 1313 KUHPerdata

Dalam Pasal ini dijelaskan bagaimana pengertian dari sebuah perjanjian, berikut bunyi Pasalnya:

Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih

4. Pasal 1339 KUHPerdata

Persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan, atau undang-undang

Sehingga dalam Pasal-Pasal diatas dapat ditarik kesimpulan, jika salah satu pihak telah lalai atau dengan sengaja tidak menunaikan prestasi maka dapat dikatakan telah terjadi wanprestasi.

Bentuk-Bentuk Wanprestasi

Setelah memahami pengertian atau penjelasan mengenai wanprestasi, maka sebaiknya Anda mengetahui berbagai bentuk wanprestasi yang sering terjadi dan dijumpai dalam kehidupan bermasyarakat.

1. Sudah Berjanji, Tapi Tidak Dilaksanakan

Bentuk wanprestasi yang sering dijumpai di masyarakat yaitu, ketika salah satu pihak sudah sepakat dalam sebuah perjanjian, namun dalam praktiknya pihak tersebut tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya. Hal ini dapat diakibatkan karena pihak tersebut tidak sanggup memenuhi kewajibannya, tidak mau mengambil risiko atau berubah fikiran.

2. Melakukan Perjanjian, Tetapi Tidak Sesuai Dengan Kesepakatan

Bentuk wanprestasi ini jika terjadi sebuah perjanjian utang piutang, pihak kreditur dan debitur telah sepakat dengan nominal yang harus dibayarkan. Namun, pada praktiknya pihak kreditur tidak membayarkan nominal yang telah disepakati sesuai dengan kesepakatan awal.

3. Terlambat Memenuhi Kewajiban

Selanjutnya seseorang dikatakan wanprestasi apabila, terlambat dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian. Hal ini tentu akan merugikan pihak lain yang terlibat dalam perjanjian tersebut.

Unsur-Unsur Wanprestasi

Hal yang perlu Anda ketahui bahwa terdapat unsur-unsur wanprestasi dalam melakukan perjanjian. Berikut penjelasan mengenai unsur-unsur tersebut.

1. Melakukan Perjanjian di Atas Materai Oleh Para Pihak

Pertama, suatu perjanjian harus dilakukan di atas materai oleh para pihak, sebagai kekuatan hukum untuk seluruh pihak yang melakukan perjanjian. Apabila di kemudian hari terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu pihak, maka hal tersebut masuk dalam kategori wanprestasi.

2. Terdapat Pihak yang Melakukan Pelanggaran Kesepakatan

Selanjutnya unsur wanprestasi yaitu terjadinya pelanggaran kesepakatan yang dilakukan oleh salah satu pihak, kondisi seperti ini merupakan wanprestasi, karena adanya pihak yang dirugikan akibat dari pelanggaran tersebut.

3. Salah Satu Pihak Tidak Jera Melakukan Pelanggaran

Terakhir, unsur unsur wanprestasi adalah jika terdapat pihak yang sudah dinyatakan bersalah akibat melakukan pelanggaran kesepakatan, namun tidak jera dan tetap melakukan pelanggaran.

Faktor Penyebab Wanprestasi

Wanprestasi dapat terjadi karena beberapa faktor penyebab, diantaranya:

1. Force Majeure

Faktor pertama penyebab terjadinya wanprestasi diakibatkan oleh keadaan yang memaksa, faktor ini terjadi apabila salah satu dari pihak tidak mampu memenuhi kewajiban karena terjadi sesuatu yang diluar kontrol pihak tersebut.

Sehingga ketidakmampuan pihak untuk menjalankan kesepakatan bukan karena kehendak pihak tersebut, tetapi karena adanya keadaan memaksa seperti adanya bencana alam, obyek hilang atau di curi dan lain sebagainya.

2. Kelalaian Salah Satu Pihak

Penyebab selanjutnya yaitu dengan kelalaian salah satu pihak, dengan adanya kelalaian pihak yang terlibat dalam perjanjian baik dilakukan dengan sengaja atau tidak dan merugikan pihak lain, maka hal tersebut dapat menyalahi kesepakatan.

3. Pihak dengan Sengaja Melanggar Perjanjian

Terakhir yang menyebabkan terjadinya wanprestasi yaitu salah satu pihak yang berjanji melanggar perjanjian dengan sengaja, dengan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kesepakatan awal. Akibat dari pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu pihak, tentu berdampak kerugian kepada pihak lain yang terlibat.

Sanksi Hukum Bagi Debitur yang Melakukan Wanprestasi

Jika seorang debitur dinyatakan wanprestasi dan tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka terdapat sanksi hukum seperti:

  1. Membayar kerugian yang didapatkan oleh kreditur;
  2. Perjanjian tersebut batal karena hukum;
  3. Peralihan risiko; dan
  4. Membayar biaya perkara, jika hal ini dibawa ke Pengadilan

Akibat Hukum Wanprestasi

Akibat yang timbul dari wanprestasi adalah keharusan bagi pihak yang tidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar ganti rugi (schade vergoeding). Selain itu dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan perjanjian dan peralihan risiko seperti pada pembiayaan leasing.

Misalnya seorang artis melanggar kontrak kerja, karena tidak memenuhi kewajiban untuk syuting sederet film yang telah disepakati. Maka ia harus membayar ganti rugi akibat tidak memenuhi janjinya. Hal inilah yang disebut sebagai wanprestasi kontrak.

Syarat Wanprestasi yang Mengakibatkan Ganti Rugi

Seseorang dapat dikatakan dalam keadaan wanprestasi bila terdapat syarat materill ataupun syarat formil. Pada syarat materill, keadaan wanprestasi adalah ketika dengan sengaja menimbulkan kerugian pada pihak lain atau kelalaian yaitu terdapat kesadaran bahwa perbuatan akan menimbulkan kerugian.

Sementara pada syarat formil, dibutuhkan bukti berupa somasi yaitu teguran keras secara tertulis dari pihak yang merasa dirugikan agar pihak yang dianggap ingkar janji dapat melaksanakan kewajibannya. Sebelum menyatakan suatu pihak melakukan wanprestasi, pihak yang menuntut haknya (kreditur) menghendaki pemenuhan perjanjian seketika atau dalam jangka waktu yang pendek.

Hal-hal yang Harus Ada Pada Surat Gugatan Utang Piutang

1. Identitas para pihak

Halaman identitas diisi dengan nama, tempat & tanggal lahir, alamat, pekerjaan pihak-pihak berikut.

  • Pihak penggugat dan kuasa hukum penggugat
  • Pihak tergugat dan kuasa hukum tergugat

2. Alasan-alasan gugatan

Pada poin ini dijelaskan tentang dasar hukum, kronologi kejadian, objek jaminan (jika ada), jumlah kerugian material, dan kerugian imaterial.

3. Petitum/Tuntutan

Poin ini berisi tuntutan-tuntutan yang diajukan oleh pihak penggugat. Dapat dikatakan bahwa kreditur harus jeli untuk dapat merinci kerugian immateriil atau materiil dari yang dialami. Karena dalam acara hukum perdata terdapat ketentuan bahwa majelis hakim tidak dapat menuntut tergugat melebihi apa yang dituntut. Sehingga penulisan dalam petitum harus lebih jeli, agar kreditur atau penggugat tidak mengalami kerugian berlebih.

Seperti pernyataan bahwa tergugat telah melakukan perbuatan wanprestasi, peralihan hak terhadap objek jaminan, dan meminta majelis hakim menghukum tergugat untuk membayar jumlah kerugian material dan kerugian imaterial.

4. Tuntutan subsider atau pengganti

Poin ini ditulis dengan tujuan jika tuntutan tidak dapat dipenuhi oleh pihak tergugat, maka pihak penggugat bisa mengajukan tuntutan subsider. Atau bisa juga majelis hakim yang memberikan putusan tuntutan subsider kepada tergugat.

Penggugat harus menyiapkan bukti-bukti atas gugatan yang diajukan. Dalam hukum acara perdata ada lima macam bukti yang dianggap sah oleh pengadilan. Yaitu bukti surat, bukti saksi, bukti persangkaan, bukti pengakuan, dan bukti sumpah. Selain itu pihak penggugat juga harus mampu menunjukkan bahwa pihak tergugat memang tidak memiliki itikad baik untuk segera membayar hutang.

Membuat surat gugatan utang piutang tidak sama dengan cara membuat surat gugatan cerai. Meskipun susunannya sebagian besar sama, namun dalam surat gugatan atas dasar utang piutang harus jelas kronologis dan jumlah kerugiannya, baik kerugian material dan imaterial.

Hutang Piutang Tanpa Perjanjian Tertulis

Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata sebagai salah satu Pasal yang mengatur terkait syarat sahnya suatu perjanjian, memang tidak disebutkan bahwa perjanjian harus dibuat secara tertulis. Dengan kata lain, suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan dan mengikat secara hukum bagi pihak yang membuatnya.

Namun, yang perlu dipertimbangkan adalah proses pembuktian perkara jika suatu hari terjadi wanprestasi dari salah satu pihak. Lazimnya pada suatu perkara alat bukti yang digunakan dalam sengketa perdata yaitu bukti surat, hal ini karena dalam suatu hubungan keperdataan, surat/akta memang sengaja dibuat untuk tujuan memudahkan proses pembuktian.

Dalam Pasal 1866 KUHPer dan Pasal 164 HIR terdapat 5 alat bukti yang dapat digunakan dalam menegakkan hukum perdata, diantaranya:

  • Bukti tulisan;
  • Bukti dengan adanya saksi;
  • Persangkaan;
  • Pengakuan; dan
  • Sumpah.

Sehingga jika hutang piutang tidak menggunakan perjanjian tertulis, paling tidak perjanjian antara pihak harus mencakupi dan memiliki alat bukti diatas. Agar dalam penyelesaian perkara jika terjadi wanprestasi, tetap dapat diproses secara hukum perdata.

Contoh Surat Gugatan Wanprestasi

Jakarta, 24 September 2023
Kepada Yth. : Ketua Pengadilan Negeri Jakarta

Di,     Jakarta
Perihal: Gugatan Cidera Janji

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini, XX, Umur X tahun, Advokat, berkantor di XX, Jakarta, berdasarkan surat kuasa tertanggal XX, terlampir, bertindak untuk dan atas nama:

  • XX umur X tahun, pekerjaan sebagai Pengusaha Toko Konveksi, bertempat tinggal di XX dalam hal ini telah memilih tempat kediaman hukum di kantor kuasanya tersebut di atas, hendak menandatangani dan memajukan surat gugat ini, selanjutnya akan disebut "Penggugat".

Dengan ini Penggugat hendak mengajukan gugatan terhadap:

  • XX, sebuah Perusahaan Tbk, beralamat di Jalan XX, yang dalam hal ini diwakili oleh Direkturnya bernama XX, (selaku direktur utama PT. X) beralamat di Jalan XX, selanjutnya disebut sebagai "Tergugat".

Adapun mengenai duduk persoalannya adalah sebagai berikut:

  1. Bahwa, pada XX PENGGUGAT telah mengadakan perjanjian dengan TERGUGAT berupa perjanjian jual beli (terlampir) selanjutnya disebut "Perjanjian";
  2. Bahwa, dalam Perjanjian ini PENGGUGAT menjual berbagai jenis konveksi kepada TERGUGAT yang jumlah keseluruhannya senilai Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dengan rincian sebagai berikut: ....
  3. Bahwa, sesuai Pasal 4 perjanjian, PENGGUGAT dan TERGUGAT telah sepakat dengan sistem pembayaran yang dilakukan oleh TERGUGAT, yaitu melalui Bank X dengan beberapa Giro Bilyet;
  4. Bahwa, berdasarkan Pasal 4 Perjanjian, pembayaran giro bilyet melalui Bank X yang menjadi hak PENGGUGAT tersebut akan dilakukan oleh TERGUGAT secara bertahap, yaitu meliputi: a). Pembayaran Tahap Pertama dengan Giro b). Pembayaran Tahap Kedua c). Pembayaran Tahap Ketiga
  5. Bahwa, pada tanggal X, PENGGUGAT telah melaksanakan seluruh pekerjaannya yang merupakan kewajiban PENGGUGAT kepada TERGUGAT sesuai dengan Perjanjian pasal 5, yaitu memberikan dan melakukan pengiriman barang ke tempat yang ditentukan oleh TERGUGAT;
  6. Bahwa, dengan telah dilaksanakannya seluruh kewajiban PENGGUGAT tersebut, maka berdasarkan Pasal 3 Perjanjian PENGGUGAT berhak untuk menerima pembayaran dari TERGUGAT sebesar Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah);
  7. Bahwa, TERGUGAT telah menyerahkan giro bilyet sesuai dengan pasal 4 perjanjian;
  8. Bahwa, ketika Giro Bilyet jatuh tempo pada tanggal X dan PENGGUGAT hendak mencairkan dana, Giro tersebut ditolak oleh bank yang bersangkutan dengan alasan dananya tidak ada;
  9. Bahwa, PENGGUGAT telah bersabar menunggu sampai dengan batas waktu yang ditentukan dalam Perjanjian pasal 8, yaitu X;
  10. Bahwa, ternyata setelah batas waktu habis Giro Bilyet masih tidak dapat dicairkan;
  11. Bahwa, atas kelalaian TERGUGAT tersebut, oleh PENGGUGAT telah dilakukan teguran – teguran secara tertulis terhadapnya pada tanggal X, akan tetapi TERGUGAT tidak mengindahkannya;
  12. Bahwa, dengan tidak dilaksanakannya kewajiban TERGUGAT tersebut, maka TERGUGAT telah melakukan cidera janji (wanprestasi) terhadap Perjanjian, yaitu dengan tidak dilaksanakannya Pembayaran sesuai pasal 3 sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) yang harus sudah dibayarkan paling lambat tanggal X, sehingga dengan demikian cidera janji  tersebut telah mengakibatkan kerugian bagi PENGGUGAT;
  13. Bahwa, sesuai dengan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya;
  14. Bahwa, sesuai dengan pasal 10 perjanjian, sengketa antara PENGGUGAT dan TERGUGAT akan diselesaikan di Pengadilan Negeri Jakarta;
  15. Bahwa, untuk menjamin agar gugatan ini tidak sia-sia dan guna menghindari usaha TERGUGAT untuk mengalihkan hartanya pada pihak lain selama proses persidangan, maka PENGGUGAT mohon agar dapat dilakukan sita jaminan terhadap: A). Sebidang tanah dan bangunan di XX
  16. Bahwa, dikarenakan cidera janji yang dilakukan oleh TERGUGAT, Penggugat mengalami kerugian materiil sebesar XX, dan kerugian immateriil sebesar XX;
  17. Bahwa, karena gugatan ini didukung bukti-bukti yang otentik, maka PENGGUGAT mohon agar putusan perkara ini dapat dijalankan lebih dulu walau ada banding, kasasi maupun verzet (iut voerbaar bij voorraad).

Berdasarkan fakta-fakta dan alasan-alasan yang telah PENGGUGAT uraikan tersebut diatas, maka PENGGUGAT mohon kiranya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan memutuskan sebagai berikut:
PRIMAIR:

  1. Mengabulkan gugatan PENGGUGAT untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan sah dan berharga Sita Jaminan sebagaimana tersebut di atas;
  3. Menyatakan bahwa TERGUGAT telah melakukan cidera janji;
  4. Menghukum TERGUGAT Memenuhi prestasinya kepada PENGGUGAT sebesar Rp. 500.000.000,- (Lima ratus juta rupiah);
  5. Menghukum TERGUGAT untuk membayar ganti rugi materiil sebesar Rp. XX dan ganti rugi immateriil sebesar XX kepada PENGGUGAT seketika dan secara tunai;
  6. Menghukum TERGUGAT membayar biaya perkara ini;
  7. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan lebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad) meskipun ada perlawanan banding, kasasi, maupun verzet;

SUBSIDIAIR:
Jika Pengadilan Negeri Jakarta berpendapat lain, mohon kiranya memberikan putusan yang seadil-adilnya (EX AEQUO ET BONO).

Hormat kami,Kuasa Hukum PENGGUGAT,
Ttd.
XXX

Saat ini Anda dapat membuat dokumen dengan Mitra Advokat terkait Template Perjanjian Bisnis, dan juga perihal Surat Penangguhan Pembayaran. Dengan menggunakan Layanan All Template Bisnis Justika, Anda dapat berkonsultasi tanpa harus mendatangi Kantor Advokat.

Kenapa Justika? Justika merupakan platform konsultasi hukum terbaik dan terpercaya yang ada di Indonesia, dengan Mitra Advokat yang tergabung memiliki pengalaman lebih dari 5 (Lima) tahun. Khususnya dalam bidang bisnis, maka permasalahan Anda dapat dibantu dan diselesaikan secara profesional.