Berdasar Ketentuan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 mengenai Hal pemberian izin, Pemantauan dan Pengaturan Senjata Api Non Organik Kepolisian Negara Republik Indonesia/ Tentara Nasional Indonesia Untuk Kebutuhan Bela Diri. Ternyata di dalamnya juga mengatur persyaratan kepemilikan senjata api untuk pertahanan diri untuk warga sipil.

Warga sipil juga dapat mempunyai senjata api dan menggunakannya sebagai salah satu bentuk pertahanan diri. Namun diperlukan beberapa persyaratan kepemilikan senjata api untuk pertahanan diri yang wajib dipenuhi guna tidak menyalahi aturan pemakaian dari senjata tersebut.

Pemilikan dan juga persyaratan kepemilikan senjata api ini diberi ijin menggunakannya untuk usaha pelindung diri dari semua wujud teror yang bisa mencelakakan keselamatan jiwa, harta benda, dan kehormatan.

Tetapi, untuk dapat mempunyai dan memakainya warga perlu penuhi persyaratan kepemilikan senjata api yang tertera pada dalam Pasal 8 ayat (1) Ketentuan Kepolisian No. 18/2015. 

Persyaratan Kepemilikan Senjata Api Untuk Pertahanan Diri

Berikut Justika telah merangkum sejumlah persyaratan kepemilikan senjata api untuk pertahanan diri yang perlu disanggupi masyarakat sipil untuk mempunyai dan/atau memakai senjata api non-organik Polri/TNI untuk kebutuhan bela diri:

  1. Masyarakat negara Indonesia yang ditunjukkan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK).
  2. Berumur setidaknya 24 tahun yang ditunjukkan dengan akta kelahiran
  3. Sehat rohani dan jasmani yang ditunjukkan dengan surat keterangan dari dokter Polri.
  4. Memenuhi semua syarat psikis dan psikologi yang ditunjukkan dengan surat keterangan dari psikiater Polri.
  5. Berkepribadian baik yang ditunjukkan dengan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari Kepolisian di tempat sama sesuai domisili.
  6. Mempunyai keterampilan dalam Pemakaian Senjata Api yang ditunjukkan dengan sertifikat tembak dengan kategorisasi terendah kelas III yang diedarkan oleh Sekolah Polisi Negara (SPN) atau Pusat Pengajaran (Pusdik) Polri.
  7. Lulus interview pada kuesioner yang sudah diisi pemohon yang dilaksanakan oleh Ditintelkam Polda dengan diedarkan surat referensi dan bisa dilaksanakan interview pengkajian oleh Baintelkam Polri.
  8. Pahami ketentuan perundang-undangan mengenai Senjata Api;
  9. Mempunyai Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau Akta Pendirian Perusahaan yang dikeluarkan oleh Notaris khusus untuk pengusaha.
  10. Untuk anggota legislatif/instansi tinggi negara/kepala wilayah harus mempunyai surat keputusan/surat pengangkatan.
  11. Mempunyai surat keputusan/surat pengangkatan/referensi dari lembaga yang berkuasa untuk karyawan sektor profesi.
  12. Sedang tidak jalani proses hukum atau pidana penjara.
  13. Tak pernah lakukan tindak pidana yang berkaitan dengan penyimpangan Senjata Api atau tindak pidana dengan kekerasan.
  14. Surat pengakuan kesiapan tidak menyalah gunakan Senjata Api Non Organik Polri/TNI. *

Persyaratan kepemilikan senjata api di atas memang wajib dipenuhi bagi siapapun warga sipil yang ingin menggunakannya. Namun persyaratan di atas tidak berlaku  Untuk anggota TNI, Polri, Karyawan Negeri Sipil, dan Karyawan BUMN. Karena bakal ada beberapa syarat tambahan untuk pemilikan dan pemakaian senjata api pada mereka.

Baca juga: Cara Mengurus Izin Kepemilikan Senjata Api

Ketentuan Hukum Kepemilikan Senjata Api

Dari faktor validitas, konsepnya pemilikan senjata api yang sah untuk kepentingan bela diri dan diproteksi. Persyaratan kepemilikan senjata api untuk pertahanan diri ini juga telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Ketentuan teknis kepemilikan senjata api ditata Ketentuan Kapolri (Perkapolri) No.18 Tahun 2015 mengenai Hal pemberian izin, Pemantauan, dan Pengaturan Senjata Api Non Organik Kepolisian Republik Indonesia/Tentara Nasional Indonesia untuk Kebutuhan Bela Diri.

Pada dasarnya, Setiap orang sebenarnya memiliki hak atas pelindung diri individu, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, dan perasaan aman dan perlindungan dari teror ketakutan untuk melakukan perbuatan atau mungkin tidak melakukan perbuatan suatu hal yang disebut hak asasi seperti ditanggung Pasal 28G UUD 1945.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.