Pasal pemerkosaan yang ada di Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) hadir untuk melindungi perempuan dari jerat upaya kejahatan seksual. Maraknya kejahatan seksual seperti pemerkosaan, baik dalam hubungan pacaran maupun suami istri, dapat dikenai sanksi pidana yang ada pada pasal pemerkosaan.

Perempuan maupun laki-laki dalam suatu hubungan ada kalanya tidak mengerti jika tindakannya saat berhubungan intim sebetulnya dapat masuk dalam ranah pidana. Pasal pemerkosaan hadir untuk melindungi hak-hak individu menyangkut tubuhnya sebagai bagian dari penegakan hak asasi manusia.

Banyak kasus, pemerkosaan acap kali dilakukan oleh orang terdekat ataupun yang masih ada dalam hubungan kekerabatan. Untuk mengetahui apakah tindakan pasangan anda maupun orang yang anda kenal sudah dikategorikan atau belum dalam delik pasal pemerkosaan, simak penjelasan lengkapnya di bawah ini.

Apa itu pemerkosaan

Pemerkosaan atau dalam bahasa inggris, rape, adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada pelanggaran seksual. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pemerkosaan memiliki dua arti, yaitu proses atau cara memerkosa dan pelanggran dengan kekerasan.

Dalam buku Encyclopedia of Rape terbitan Greenwood Press, definisi pemerkosaan memiliki arti sebagai bentuk hubungan seksual yang melibatkan proses penetrasi  (memasukkan kelamin pria ke dalam kelamin wanita) tanpa adanya kesepakatan diantara keduanya.

Pada aturannya, Pasal pemerkosaan yang umumnya merujuk pada Pasal 285 KUHP yang menegaskan, “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.” Seiring berjalannya waktu, pemerintah mengeluarkan aturan terbaru dengan memberikan definisi yang lebih luas terhadap definisi pemerkosaan. Seperti memasukkan definisi pemerkosaan sebagai tindak pidana kekerasan seksual, pemerkosaan dalam lingkup rumah tangga, dan pemerkosaan pada anak di bawah umur.

Perbedaan Pemerkosaan Dengan Pencabulan

Dalam bunyi aturan terkait pemerkosaan dan pencabulan, keduanya sama-sama merupakan tindakan yang dilakukan atas dasar ancaman.

Perbedaan yang paling mencolok antara pemerkosaan dan pencabulan terletak pada prosesnya dimana pemerkosaan menitikberatkan pada hubungan bersenggama atau adanya penetrasi antara dua orang tanpa ikatan perkawinan.

Sedangkan pencabulan  menitikberatkan pada tindakan yang melanggar norma kesopanan dan kesusilaan yang biasanya dilakukan terhadap seseorang yang berkedudukan tidak sejajar (atasan-bawahan, orang tua-anak). Tindakan cabul misanya  menyentuh, mencium, atau meraba tubuh seseorang tanpa persetujuan. Ada sanksi bagi pelaku pencabulan dalam Pasal 294 KUHP, sedangkan khusus pencabulan terhadap anak diatur khusus dalam Pasal 76E dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah ditetapkan sebagai undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang (untuk selanjutnya disingkat UU Perlindungan Anak).

Berapa Lama Hukuman Pelaku Pemerkosaan

Pasal yang menjadi rujukan utama adalah Pasal 285 KUHP yang mengatur mengenai pemerkosaan. Ancaman pidana penjara bagi siapapun yang melanggar pasal ini adalah 12 tahun dan maksimal 15 tahun jika  pemerkosaan menyebabkan korban meninggal dunia.

Apakah Tuntutan Pemerkosaan Di bawah Umur Sama Dengan Pemerkosaan Pada Umumnya

Tuntutan pemerkosaan untuk anak di bawah umur diatur dalam aturan yang lebih khusus yaitu Pasal 81 UU Perlindungan Anak.

Bunyi Pasal 76D UU Perlindungan Anak menjelaskan bahwa “Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.”

Bagi siapapun yang melanggar ketentuan tersebut diancam dengan pidana penjara 5 hingga 15 tahun dengan dengan denda maksimal sebanyak 5 miliar rupiah. Jika pemerkosaan dilakukan oleh orang terdekat korban seperti orang tua, wali, atau guru, maka ancaman pidananya akan ditambah ⅓ dari ancaman pidana sebelumnya.

Berapa Denda yang Mesti Dibayarkan Dalam Kasus Pemerkosaan

Pada Pasal 285 KUHP tidak mengatur secara spesifik berapa denda yang harus dibayar oleh pelaku pemerkosaan. Namun di aturan terbaru yaitu pada Undang-undang Nomor 12 tahun 2022 tentang  Tindak Pidana Kekerasan Seksual (untuk selanjutnya disingkat UU TPKS)  telah mengatur secara spesifik hal tersebut.

Pasal yang mengatur ada pada Pasal 6 huruf b UU TPKS, berbunyi:

“Setiap Orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/ atau organ reproduksi dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum, baik di dalam maupun di luar perkawinan dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).”

Pasal Penjerat Pelaku Pemerkosaan

Pasal-pasal yang berlaku di Indonesia yang dapat menjerat pelaku pemerkosaan adalah sebagai berikut:

  1. Pasal 285 KUHP

adalah pasal yang menjerat pelaku pemerkosaan di luar hubungan suami istri atau pasangan yang belum memiliki ikatan resmi yang diakui negara.

  1. Pasal 8 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT)

adalah pasal yang menjerat pelaku kekerasan dalam rumah tangga, salah satunya pelaku kekerasan seksual dalam hal ini bisa dikategorikan sebagai pemerkosaan.

  1. Pasal 81 UU Perlindungan Anak

adalah pasal yang digunakan untuk menjerat pelaku atas perbuatan bersenggama dengan anak di bawah umur baik melalui ancaman verbal maupun non verbal.

  1. Pasal 4 ayat (2) huruf b UU TPKS

adalah pasal yang digunakan baik untuk kekerasan seksual di luar hubungan suami istri, kekerasan seksual pada anak, maupun kekerasan seksual dalam rumah tangga.

Apakah Hukum Kebiri Terhadap Pelaku Pemerkosaan Telah Diterapkan di Indonesia

Hukuman kebiri di Indonesia baru berlaku untuk pelaku pemerkosaan atau persetubuhan yang dilakukan pada anak. Hal ini mengingat Indonesia telah mengalami darurat kekerasan seksual pada anak di bawah umur dengan persentase kasus yang meningkat setiap tahunnya.

Adapun aturan mengenai hukuman kebiri termaktub pada UU Perlindungan Anak. Pasal 81, mengatur bahwa pelaku tindak pidana persetubuhan pada anak yang telah menimbulkan korban lebih dari 1 maka dikenai tindakan berupa kebiri kimia.

Setelahnya, pemerintah mengeluarkan aturan turunan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia.

Langkah Hukum Melaporkan Kasus Pemerkosaan Ke Pihak Berwajib

Sebelum membahas langkah hukum, anda harus tahu mengenai pasal pemerkosaan apa saja yang merupakan delik aduan maupun delik biasa.

Untuk Pasal 285 KUHP dan UU Pasal Perlindungan Anak, pasal masuk dalam kategori delik biasa.

Adapun untuk pasal di UU PKDRT dan UU TPKS, kasus pemerkosaan dikategorikan sebagai delik aduan.

Perbedaan mendasar antara delik aduan maupun delik biasa adalah dalam prosesnya, delik biasa tidak membutuhkan persetujuan korban, sedangkan delik aduan membutuhkan persetujuan korban.

Dalam Pasal 74 KUHP, jangka waktu melakukan pengaduan adalah 6 bulan. Dalam UU TPKS khususnya dari Pasal 20 hingga Pasal 64 telah mengatur langkah hukum pada kasus kekerasan seksual secara runut dan spesifik.

Apakah Hukuman Pemerkosaan Dapat Dijatuhkan Terhadap Pelaku Perempuan

Karena KUHP merupakan produk hukum kolonial, sehingga pasal-pasal yang ada pada KUHP masih bias akan perspektif gender, salah satunya Pasal 285 KUHP. Dalam pasal ini, perempuan ditempatkan sebagai korban, bukan pelaku.

Namun aturan terbaru telah mengakomodir hal ini, seperti pada UU TPKS, bahwa pelaku pemerkosaan baik itu laki-laki maupun perempuan dapat dijatuhi sanksi pidana.

Apakah istri bisa melaporkan suami atas tuduhan pemerkosaan?

Istri bisa melaporkan suami atas tuduhan pemerkosaan. Pemerkosaan masuk dalam kategori kekerasan seksual sehingga pelaku bisa dijerat menggunakan  beberapa pasal pada UU PKDRT dan UU TPKS.

Referensi

  1. KUHP(Kitab Undang-undang Hukum Pidana)
  2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
  3. Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undangan Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
  4. Pasal 4 ayat (2) huruf b Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Konsultasikan Pada Justika Mengenai Pasal Pemerkosaan dan Tindakan Kekerasan Seksual lainnya

Sebelum mengambil langkah hukum dalam menghadapi masalah kekerasan seksual yang dihadapi, Justika menyediakan layanan konsultasi. Untuk itu, Anda bisa bertanya pada mitra advokat Justika mengenai hal ini yang sudah berpengalaman lebih dari 5 tahun, melalui beberapa layanan berbayar berikut:

Konsultasi via Chat

Kini, konsultasi chat dengan advokat berpengalaman hanya mulai dari Rp 30.000 saja. Dengan harga tersebut Anda sudah bisa mendapatkan solusi permasalahan hukum Anda dengan cara menceritakan permasalahan yang dihadapi melalui kolom chat. Nantinya sistem akan mencari advokat guna membantu menyelesaikan permasalahan Anda.

Layanan Konsultasi via Telepon

Untuk permasalahan yang membutuhkan solusi lebih lanjut, Anda bisa memanfaatkan layanan konsultasi telepon mulai dari Rp 350.000 selama 30 menit atau Rp 560.000 selama 60 menit.

Layanan Konsultasi Tatap Muka Konsultasi tatap muka bisa dilakukan ketika Anda benar-benar membutuhkan saran secara langsung dari advokat terpercaya untuk kasus yang lebih rumit. Hanya dengan Rp 2.200.000 saja, Anda sudah bisa bertemu secara langsung selama 2 jam untuk bertanya lebih dalam hingga menunjukkan dokumen-dokumen yang relevan untuk membantu permasalahan Anda.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.