Maraknya kasus penipuan pada e-commerce patut menjadi perhatian serius oleh banyak pihak. Di era globalisasi ini, sangat mudah menemukan produk barang atau jasa yang kita inginkan. Namun tidak jarang, beberapa oknum pelaku usaha nakal memanfaatkan celah menjual barang yang tidak sesuai di platform e-commerce yang tersedia.

Masih banyak yang awam bahwa hal tersebut dapat ditindak menggunakan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang telah diterbitkan pemerintah sejak Tahun 1999. Undang-undang tersebut tidak hanya untuk menindak pelaku usaha nakal, tapi juga menjamin hak-hak konsumen dalam menerima barang dan jasa yang berkualitas.

Jadi, untuk mengetahui secara lebih jelas landasan hukum yang dapat melindungi diri Anda sebagai konsumen maupun mencegah kesalahan Anda sebagai pelaku usaha, simak penjelasan di bawah ini.

Apa itu perlindungan konsumen?

Perlindungan konsumen adalah bentuk perlindungan yang diberikan pemerintah melalui undang-undang sebagai upaya menjamin kepastian hukum dalam hubungan jual-beli produsen dan konsumen.

Dasar hukum yang menjadi acuan perlindungan konsumen adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disingkat UU Perlindungan Konsumen).

Pengertian konsumen pada UU tersebut adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Konsumen dinilai sebagai pihak yang paling rentan karena menjadi objek aktivitas bisnis dalam proses jual beli. UU Perlindungan Konsumen hadir untuk melindungi konsumen dari praktik-praktik nakal pelaku usaha yang hanya mencari keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperdulikan kualitas produk yang diterima konsumen.

Undang Undang yang Mengatur Tentang Perlindungan Konsumen

Undang-undang khusus yang mengatur hal tersebut adalah UU Perlindungan Konsumen. Selain UU Perlindungan Konsumen ini, ada beberapa aturan yang memiliki materi muatan melindungi kepentingan konsumen, antara lain:

  1. UU Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri;
  2. UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran;
  3. UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
  4. UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
  5. UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.

Undang Undang No 8 Tahun 1999 Mengenai UU Perlindungan Konsumen

UU Perlindungan Konsumen adalah aturan yang diintegrasikan dan dikhususkan untuk melindungi konsumen dalam menggunakan barang ataupun jasa. Undang-undang ini disahkan pada era Presiden BJ. Habibie dengan harapan menciptakan kondisi iklim bisnis yang baik antara penjual dan pembeli.

Undang-undang ini mengacu pada filosofi pembangunan nasional yang bermakna membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Baca Juga: Memahami Hak dan Kewajiban Pasien-Dokter dalam menangani Covid-19

Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen

Pada Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen mengatur mengenai hak-hak apa saja yang dimiliki seorang konsumen saat terlibat pada suatu transaksi jual beli.

Adapun hak-hak konsumen antara lain:

  1. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
  2. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
  3. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
  4. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
  5. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
  6. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
  7. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  8. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
  9. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen

Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan hadir untuk menjamin hak-hak konsumen betul-betul dilaksanakan. Pasal ini memuat sanksi-sanksi yang akan diterapkan bagi pelaku usaha yang melanggar hak-hak konsumennya.

Adapun isi Pasal 62 ayat (1) adalah memberikan ancaman sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 2 Miliar Rupiah bagi para pelaku usaha yang melanggar beberapa ketentuan di UU Perlindungan Konsumen, diantaranya:

  1. Pelaku usaha yang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang/jasa yang tidak sesuai dengan standar, mutu, kondisi, tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, memperdagangkan barang yang rusak, dan lain-lain (Pasal 8).
  2. Pelaku usaha yang mempromosikan barang/jasa secara tidak benar dan barang yang mengandung cacat tersembunyi (Pasal 9).
  3. Pelaku usaha yang menawarkan barang/jasa yang memuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan (Pasal 10).
  4. Pelaku usaha yang menawarkan hal-hal yang berbau kesehatan seperti obat, suplemen makanan, alat atau layanan kesehatan yang memberikan iming-iming hadiah berupa barang atau jasa lain (Pasal 13 ayat (2)).
  5. Pelaku usaha yang melakukan penawaran barang/jasa dengan cara memaksa atau cara lain yang menimbulkan gangguan fisik maupun psikis terhadap konsumen (Pasal 15).
  6. Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang mengelabui konsumen, memuat informasi yang keliru, mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa izin, melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan dan dilarang melanjutkan iklan yang telah melanggar ketentuan (Pasal 17).
  7. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan yang ada pada klausula baku (Pasal 18).

Tujuan Dibuat UU Perlindungan Konsumen

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa konsumen merupakan pihak yang rentan dalam proses jual beli. UU Perlindungan Konsumen menjadi landasan hukum untuk mencegah tindakan-tindakan yang dapat merugikan pihak pembeli atau konsumen.

Dalam Pasal 3 UU Perlindungan Konsumen mengatur bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai berikut:

  1. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
  2. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
  3. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
  4. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
  5. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
  6. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Lembaga Perlindungan Konsumen yang Berlaku di Indonesia

Dalam UU Perlindungan Konsumen diatur mengenai adanya Lembaga Perlindungan Konsumen  yang berbentuk swadaya masyarakat yang mempunyai kegiatan utama menjamin hak-hak konsumen.

Walaupun Lembaga Perlindungan Konsumen merupakan lembaga non pemerintah, namun keberadaanya diakui dalam UU Perlindungan Konsumen selama lembaga tersebut  telah terdaftar dan memiliki legalitas.

Adapun data dan informasi Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya yang tersebar di berbagai daerah dapat diakses website milik Badan Perlindungan Konsumen Nasional.

Badan Perlindungan Konsumen Nasional sendiri merupakan  badan yang dibentuk pemerintah untuk membantu upaya perlindungan konsumen di Indonesia.

Asas Perlindungan Konsumen

Asas perlindungan konsumen diatur dalam Pasal 2 UU Perlindungan Konsumen. Adapun beberapa asas yang menjadi landasan perlindungan konsumen antara lain:

Asas Manfaat

Asas ini mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

Asas Keadilan

Asas keadilan pada UU Perlindungan Konsumen dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

Asas Keseimbangan

Tujuan dari asas ini agar adanya keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.

Asas Keamanan dan Keselamatan

Asas keamanan dan keselamatan konsumen bertujuan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

Asas Kepastian Hukum

Melalui asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Adakah Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Online?

Merujuk pada artikel yang telah diterbitkan oleh Hukumonline dengan judul “Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Belanja Online” bahwa pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha kepada konsumennya melalui transaksi online atau elektronik dapat ditindak  menggunakan beberapa dasar hukum, yaitu:

  1. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
  2. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

Konsultasikan Pada Justika Jika Anda Mengalami Permasalahan Hukum sebagai Konsumen Transaksi Online

Jika Anda merasa dirugikan sebagai konsumen produk tertentu pada layanan transaksi online, Anda dapat menkonsultasikan hal tersebut melalui Justika. Untuk itu, Anda bisa bertanya pada mitra advokat Justika mengenai hal ini yang sudah berpengalaman lebih dari 5 tahun, melalui beberapa layanan berbayar berikut:

Konsultasi via Chat

Kini, konsultasi chat dengan advokat berpengalaman hanya mulai dari Rp 30.000 saja. Dengan harga tersebut Anda sudah bisa mendapatkan solusi permasalahan hukum Anda dengan cara menceritakan permasalahan yang dihadapi melalui kolom chat. Nantinya sistem akan mencari advokat guna membantu menyelesaikan permasalahan Anda.

Layanan Konsultasi via Telepon

Untuk permasalahan yang membutuhkan solusi lebih lanjut, Anda bisa memanfaatkan layanan konsultasi telepon mulai dari Rp 350.000 selama 30 menit atau Rp 560.000 selama 60 menit.

Layanan Konsultasi Tatap Muka

Konsultasi tatap muka bisa dilakukan ketika Anda benar-benar membutuhkan saran secara langsung dari advokat terpercaya untuk kasus yang lebih rumit. Hanya dengan Rp 2.200.000 saja, Anda sudah bisa bertemu secara langsung selama 2 jam untuk bertanya lebih dalam hingga menunjukkan dokumen-dokumen yang relevan untuk membantu permasalahan Anda.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.