Anak merupakan tunas suatu bangsa sehingga penting kiranya negara dan seluruh elemen masyarakat berperan aktif menciptakan kondisi yang ideal bagi setiap anak untuk tumbuh dan berkembang.

Hadirnya negara dalam wujud pemenuhan dan perlindungan hak anak telah dituangkan dalam instrumen hukum berupa Undang-undang Perlindungan Anak. Namun masih maraknya kasus kekerasan pada anak menunjukkan bahwa implementasi aturan ini harus lebih sering digalakkan. Untuk memahami apa saja yang menjadi hak anak dan bagaimana perlindungan terhadap hak tersebut, berikut penjelasannya.

Apa yang Dimaksud Undang-Undang Perlindungan Anak?

Perlindungan anak menurut definisi undang-undang yang berlaku adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi(pasal 1 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak).

Bahasan mengenai perlindungan anak sendiri hadir setelah para pemimpin-pemimpin dunia di sidang umum  PBB menandatangani Konvensi Hak Anak pada 20 November 1989.  Konvensi tersebut hadir atas pertimbangan melihat anak-anak sebagai individu yang merdeka yang memiliki hak dan kewajibannya sendiri namun tetap memerlukan perlindungan dan perawatan khusus dari negara dan orang di sekitarnya.

Konvensi Hak Anak kemudian diratifikasi menjadi hukum positif di Indonesia dengan keluarnya aturan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of The Child (Konvensi Tentang Hak-Hak Anak). Seiring berjalannya waktu, aturan mengenai perlindungan terhadap anak telah sampai menjadi UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak  yang kemudian diubah menjadi UU Nomor 35 Tahun 2014 dengan menambahkan beberapa pasal tambahan .

Apa Saja Hak Perlindungan bagi Anak?

Hak perlindungan anak antara lain adalah hak yang dimiliki oleh anak untuk mendapat perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskiriminasi yang dijamin oleh  negara sehingga anak dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan.

Dalam Konvensi Hak Anak PBB, tertuang 5 klaster subtansi yang menjadi acuan aturan di Indonesia, yaitu hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dan kesejahteraan, pendidikan, hingga perlindungan khusus.

Keluarga, masyarakat, dan pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan bagi hak-hak anak. Hal ini tentu dipertegas dengan adanya penjatuhan sanksi pidana dan denda bagi siapapun yang melanggar hak-hak anak yang telah tertuang di aturan.

Undang-undang Perlindungan Anak adalah sekelompok aturan yang menjamin pemenuhan hak-hak anak dan memberikan perlindungan kepada anak untuk menuntut hak tersebut.

Di Indonesia sendiri, yang menjadi acuan adalah UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 35 Tahun 2014. Undang-undang ini menjadi payung hukum untuk setiap anak dalam memperoleh hak dan perlindungan terhadap haknya.

Hak anak dalam UU Perlindungan Anak

Hak anak tertuang dalam pasal 4 hingga pasal 18 dalam UU Perlindungan Anak(UU PA) di Indonesia. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa UU PA ini merupakan adopsi dari Konvensi Hak Anak PBB yang memiliki 5 klaster bahasan utama.

Misalnya untuk klaster hak sipil dan kebebasan, di UU PA kemudian mengatur bahwa setiap anak berhak memiliki status kewarganegaraan, berhak untuk beribadah, dan berhak untuk berekspresi sesuai tingkat kecerdasan dan usianya.

Adapun selanjutnya, pada klaster lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, pada undang-undang mengatur setiap anak berhak diasuh oleh orang tuanya sendiri. Namun jika dalam suatu kondisi orang tua si anak tidak dapat menjamin kesejahteraan anaknya, sang anak berhak diangkat oleh orang tua asuh.

Pada klaster kesehatan dan kesejahteraan, setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan hingga jaminan sosial sesuai dengan kebutuhannya.

Di klaster bahasan mengenai pendidikan, setiap anak berhak mengenyam bangku pendidikan dan memperoleh pengajaran sesuai dengan minat dan bakat si anak.

Adapun untuk klaster perlindungan khusus mengatur hak anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum maupun bantuan lainnya.

Kewajiban anak dalam UU Perlindungan Anak

Sebagaimana yang kita tahu bahwa hak senantiasa beriringan dengan kewajiban. Adapun setelah diterangkan sebelumnya mengenai hak-hak anak, UU Perlindungan Anak juga mengatur kewajiban yang menyertai setiap anak di Indonesia.

Setiap anak memiliki kewajiban untuk menghormati orang tua dan guru, mencintai keluarga dan masyarakat, pun juga mencintai tanah air, bangsa, dan negaranya.

Dengan diberikannya hak untuk beribadah sebebas-bebasnya, maka wajar kiranya setiap anak berkewajiban menunaikan ibadahnya dengan khusyuk. Atas semua kewajiban inilah, diharapkan anak-anak Indonesia menjadi anak-anak yang bermoral dan memiliki akhlak yang mulia.

Alasan UU Perlindungan Anak Sangat Penting

Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa anak-anak merupakan tunas harapan bangsa. Di setiap jiwa anak-anak terdapat pengharapan yang besar dari orang tua hingga negaranya. Jika dianalogikan, tempat yang subur menumbuhkan tunas yang baik. Melalui UU PA ini, diharapkan mampu mewujudkan kondisi yang baik dan ideal untuk setiap anak di Indonesia.

Anak ditempatkan sebagai individu merdeka namun masih harus dalam pengawasan orang tua, masyarakat, dan negara karena dianggap memiliki kerentanan dalam segi fisik, mental, dan sosial. Belum lagi maraknya kasus kejahatan yang melibatkan anak-anak sebagai korban hingga pelaku membutuhkan peraturan dan penanganan khusus.

Oleh karena itu, penegakan UU PA tentu amat penting demi terciptanya situasi kondusif yang menjamin pertumbuhan dan perkembangan setiap anak, baik dari segi psikis, fisik, hingga lingkungan sosial.

Tujuan dibuatnya UU Perlindungan Anak

Tujuan dibuatnya UU ini adalah untuk menjadi landasan yuridis yang mengatur secara khusus hak dan kewajiban anak, perlindungan anak, dan kesejahteraan anak. Perlindungan hak asasi anak sebelumnya telah menjadi bagian dari instrumen Hak Asasi Manusia(HAM) di Indonesia -UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia- yang memuat pasal mengenai hak anak.

Seiring dengan lajunya zaman, sangat mudah kita jumpai berita mengenai kasus kekerasan pada anak, pelecehan dan kekerasan seksual, penelantaran oleh orang tua, hingga eksploitasi ekonomi yang terjadi pada anak, contohnya pada anak jalanan di kota-kota besar.

UU ini hadir sebagai harapan dapat meminimalisir maraknya kasus-kasus serupa yang terjadi pada anak di Indonesia dan menjamin terpenuhinya hak-hak anak untuk tumbuh dan berkembang secara aktif.

Dasar Hukum Undang-undang Perlindungan Anak

Pasal perlindungan anak di bawah ini mengatur sanksi denda dan pidana bagi siapapun yang melanggar ketentuan dalam UU Perlindungan Anak(UU PA). Sebagaimana di paragraf sebelumnya menjelaskan mengenai hak-hak anak, tentu ada sanksi bagi siapapun yang melanggar hak tersebut.

Pasal 80 UU Perlindungan Anak

Dalam pasal 80 UU PA memuat sanksi kurungan dan administratif bagi siapapun yang terbukti melakukan kekejaman, kekerasan, dan ancaman kekerasan pada anak, dari yang menimbulkan luka berat hingga menyebabkan anak meninggal dunia.

Pelaku akan dikenakan kurungan penjara dengan vonis minimal 3 tahun 6 bulan hingga vonis maksimal sebanyak 10 tahun. Namun setelah diubah dengan UU PA terbaru tahun 2014, vonis maksimalnya menjadi 15 tahun.

UU PA Tahun 2014 yang terbaru juga mengubah denda yang semula  Rp 200.000.000(dua ratus juta rupiah) sebagai denda paling banyak menjadi Rp 3.000.000.000(tiga miliar rupiah) pada pasal 80 yang memuat denda akan larangan kekerasan terhadap anak.

Pasal 81 UU Perlindungan Anak

Di pasal 81 pada UU PA, mengatur sanksi pidana dan denda bagi siapapun yang memberikan ancaman kekerasan, membujuk, memberikan tipu muslihat untuk melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain kepada anak di bawah umur.

Di UU PA tahun 2002 mengenakan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dengan denda 60 Juta rupiah hingga 300 Juta rupiah.

Sedangkan di UU PA tahun 2014, akan menjatuhkan pidana kurungan bagi pelaku dari yang paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dengan denda maksimal sebanyak 5 Miliar Rupiah.

Pasal 82 UU Perlindungan Anak

Pada pasal ini memuat hukuman kepada para pelaku yang melakukan atau membiarkan tindakan pencabulan kepada anak di bawah umur.

Sama dengan pasal sebelumnya, di pasal 82 pada UU PA tahun 2002 memberikan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda 60 Juta rupiah hingga 300 Juta rupiah.

Di UU PA tahun 2014 pun tak jauh berbeda dengan pasal 81, sanksi bagi pelaku pencabulan dijatuhi hukuman pidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dengan denda maksimal sebanyak 5 Miliar Rupiah.

Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak hadir untuk meningkatkan efektifitas penyelenggaran perlindungan terhadap anak di Indonesia.

Maraknya kasus kejahatan terhadap anak, salah satunya kejahatan seksual, dan juga banyaknya peraturan sektoral yang tumpang tindih mengenai definisi ‘anak’ membuat pemerintah merevisi beberapa pasal pada UU PA Nomor 23 Tahun 2002.

Beberapa pasal yang diubah dan ditambahkan seperti perlindungan khusus untuk anak korban kejahatan seksual dan penambahan pidana penjara dan denda bagi siapapun yang melakukan kejahatan terhadap anak diharap mampu mempertegas aturan ini di lapangan.

Konsultasikan Dengan Justika Terkait Undang Undang Perlindungan Anak

Banyak pihak yang masih belum sadar akan pentingnya undang undang perlindungan anak di Indonesia. Untuk itu Anda bisa bertanya pada mitra advokat handal dan profesional Justika seputar Undang undang perlindungan anak agar mendapatkan solusi hukum yang baik dan tepat. Anda bisa memanfaatkan beberapa layanan berbayar Justika yang nantinya akan dijawab oleh mitra advokat berpengalaman lebih dari 5 tahun.

Konsultasi via Chat

Konsultasi hukum kini lebih mudah dan terjangkau hanya dengan Rp 30.000 saja menggunakan layanan Konsultasi Chat dari Justika. Anda hanya perlu ketik permasalahan hukum yang ingin ditanyakan pada kolom chat. Langkah selanjutnya Anda bisa melakukan pembayaran sesuai dengan instruksi yang tersedia. Kemudian  sistem akan segera mencarikan konsultan hukum yang sesuai dengan permasalahan Anda.

Konsultasi via Telepon

Dengan Konsultasi via Telepon, Anda akan mendapatkan kesempatan untuk berbicara dengan Mitra Konsultan Hukum secara mudah dan efektif melalui telepon selama 30 menit hanya dengan Rp 350.000 atau Rp 560.000 selama 60 menit (sesuai pilihan Anda), untuk berdiskusi lebih detail mengenai permasalahan hukum yang dialami.

Konsultasi Tatap Muka

Sementara melalui Konsultasi Tatap Muka, Anda akan mendapatkan layanan untuk bertemu dan berdiskusi langsung dengan Mitra Advokat Justika selama 2 jam (dapat lebih apabila Mitra Advokat bersedia). Selama pertemuan, Anda dapat bercerita, mengajukan pertanyaan secara lebih bebas dan mendalam, termasuk menunjukan dokumen-dokumen yang relevan.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.